Kecaman atas Penganiayaan di Kampus
Pernyataan Sikap Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia – IKOHI No: URGENT
Pelaku Penganiayaan di Kampus UNHAS Harus Segera Diproses Secara Hukum!!!
Tanggal 28 Agustus 2006, sekitar pukul 09.00 WITA, peristiwa pemukulan terhadap mahasiswa kembali terjadi, kali ini terjadi di kampus Universitas Hasanuddin Makassar. Korban bernama HAYYUL MANNAWI, mahasiswa Fakultas Teknik UNHAS angkatan 2004. Korban dianiaya oleh seorang dosen bernama A. Arwin yang dibantu oleh dua orang mahasiswa Fakultas Teknik angkatan 1999. Akibat penganiayaan itu, korban mengalami luka dibagian wajah dan kepala akibat pukulan dan tendangan.
Penganiayaan bermula ketika pada hari Minggu, 27 Agustus 2006 pukul 15.00, mahasiswa Fakultas Teknik mengadakan aksi damai menuntut pelibatan lembaga mahasiswa dalam proses penerimaan mahasiswa baru tahun 2006, yang pada tahun ini sepenuhnya ditangani oleh dosen. Setelah 30 menit berorasi di depan gedung LT1 Fak Teknik, massa kemudian bergerak menuju lapangan merah untuk melanjutkan aksi berikutnya dengan tema yang sama. Dari situlah, keesokan harinya, di sebuah ruangan yang biasa digunakan untuk sidang akhir mahasiswa, A. Arwin dibantu oleh dua orang mahasiswa melakukan pengeroyokan dan penganiayaan.
Atas kejadian itu, IKOHI menyatakan bahwa tindakan penganiayaan yang dilakukan A. Arwin adalah bentuk teror fisik atas kebebasan akademik dan kebebasan ekspresi yang dijamin oleh undang-undang. Karenanya tindakan itu merupakan sebuah pelanggaran hak asasi manusia.
Oleh karena itu IKOHI menyatakan simpati dan dukungan serta solidaritas yang sedalam-dalamnya kepada Saudara Hayyul Mannawi, keluarga dan para mahasiswa di Unhas.
IKOHI menuntut agar kasus ini secara tuntas dan adil diselesaikan melalui prosedur hukum untuk mencegah keberulangan kasus serupa di kampus manapun juga.
IKOHI juga menuntut agar pihak Polresta Makassar Timur dan Rektor Unhas untuk megambil langkah-langkah hukum sesuai wewenangnya untuk mengusut tuntas kasus tersebut, dan meminta tanggung jawab pelaku.
Jakarta, 30 Agustus 2006
Mugiyanto Ketua
Kecaman atas Tindakan Kekerasan Dosen di UNHAS, Makassar
PERNYATAAN SIKAP SOLIDARITAS KORBAN PELANGGARAN HAM SULAWESI SELATAN (IKOHI Cabang Sulawesi Selatan)
Tentang : TINDAK PENGANIAYAAN DOSEN TERHADAP MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
“PENDIDIKAN HANYA MELAHIRKAN AIR MATA”, benar kata Sindhunata tentang dunia pendidikan Indonesia, lembaga pendidikan seolah menjadi sarang kekerasan, oleh polisi, TNI dan dosen serta birokrat kampus. Pemukulan, korupsi, biaya yang mahal, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya seolah menjadi hal biasa di lembaga pendidikan di seluruh Indonesia, mulai kasus UMI, STPDN hingga membayar preman untuk membunuh mahasiswa di NTB, lembaga yang harusnya melahirkan kader-kader terbaik bangsa kini benar-benar hanya melahirkan air mata,
Satu lagi kejadian tindak PENGANIAYAAN di lembaga pendidikan terjadi, HAYYUL MANNAWI mahasiswa fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, disekap dalam ruangan dan dianiaya oleh dosen fakultas teknik bernama A. Arwin dengan dibantu dua orang mahasiswa fakultas teknik angkatan 1999. Kejadiaan ini terjadi sekitar pukul 09.00 WITA tanggal 28 Agustus 2006. (kronologis terlampir). Pihak korban dan keluarga korban menyatakan keberatan dan melaporkan kasus ini ke Polresta Makassar Timur pada pukul 18.00 WITA tanggal 28 Agustus 2006.
Kejadian ini adalah preseden buruk bagi penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia, untuk itu Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Sulawesi Selatan (SKPHAM-SS) menyatakan sikap sebagai berikut :
MENGUTUK kejadian yang terjadi di kampus Universitas Hasanuddin Makassar tersebut, kejadian tersebut menambah rentetan panjang tindak kekerasan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Kejadian tersebut bukan hanya merupakan tindakan kriminal biasa, tapi merupakan penyerangan terhadap Hak Asasi Manusia untuk menyatakan pendapat dimuka umum.
Tidak benar pernyataan A. Arwin (dosen) bahwa tindakan tersebut dilakukan karena khilaf, sebab terdapat unsur kesengajaan dan terencana dalam kasus tersebut, sebab korban dipanggil menghadap dan dianiaya di sebuah ruangan tertutup dan didalamnya sudah menunggu dua orang mahasiswa lainnya.
SKPHAM SS dengan ini mendesak : 1. Pihak Kepolosian Polresta Makassar Timur untuk mengusut tuntas kasus tersebut, bukan hanya sebagai kasus tindak kriminal biasa tapi juga merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di dalam sebuah lingkungan yang merupakan otoritas Rektor Universitas Hasanuddin dan dilakukan oleh pihak Dosen.
2. Mendesak KOMNAS HAM untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini, sebab terdapat unsur kesengajaan dan terencana. Selain itu kasus ini juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari aksi yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Teknik pada tanggal 27 Agustus 2006. 3. Mendesak pihak Rektorat Universitas Hasanuddin untuk menuntaskan kasus ini, sebab merupakan bentuk pencederaan terhadap nilai-nilai perguruan tinggi, sebab tidak ada pembenaran apapun seorang dosen bisa melakukan penganiayaan terencana terhadap seorang mahasiswa. 4. Mendesak Menteri Pendidikan dan Institusi terkait agar menuntaskan seluruh kasus kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan di Indonesia, serta menerapkan standard nilai bagi para pendidik dan birokrasi kampus dalam rangka menciptakan lembaga pendidikan yang ilmiah, demokratis dan menghormati hak asasi manusia.
5. MEMINTA DUKUNGAN kepada seluruh jaringan pembela HAM seluruh Indonesia untuk turut serta mendesakkan penuntasan kasus ini demi tegaknya HAM di Indonesia, surat dukungan atau penyataan sikap dapat ditujukan kepada : 1. Rektor Universitas Hasanuddin Prof. DR Idrus Paturusi, Universitas Hasanuddin, Jalan perintis kemerdekaan km 10, Telp 0411-584002 atau 0411-586200, Fax : 0411-585188. 2. Polresta Makassar Timur 3. Korban dan Keluarga Korban (bapak Harun/ayah korban, Fax : 0411-448309 4. IKOHI, Telp/fax : 021-3157915, email: kembalikan@yahoo.com
Bersama pernyataan ini kami juga meminta bantuan Jaringan Pembela HAM seluruh Indonesia untuk menembuskan pernyataan sikap ini ini ke media lokal maupun nasional.
Demikianlah penyataan sikap ini kami buat demi tegaknya hak asasi manusia di Indonesia.
Makassar, 30 Agustus 2006
SKPHAM SUL-SEL IKOHI Cabang Sulawesi Selatan
Ismail Assegaf
Untuk informasi lebih lanjut hubungi : Saiful Haq : 08124241200/email : iphoel_mayday@yahoo.com
KRONOLOGIS Hasil Investigasi SAIFUL HAQ, IKOHI, melalui wawancara dengan korban, ayah korban dan ketua senat fakultas teknik Universitas Hasanuddin Makassar.
Tanggal 28 Agustus 2006, sekitar pukul 09.00 WITA, peristiwa pemukulan terhadap mahasiswa kembali terjadi, kali ini terjadi di kampus Universitas Hasanuddin Makassar. Korban bernama HAYYUL MANNAWI, mahasiswa fakultas Teknik angkatan 2004, di aniaya oleh dosen bernama A. Arwin dengan dibantu dua orang mahasiswa fakultas teknik angkatan 1999. Korban mengalami luka dibagian wajah dan kepala akibat pukulan dan tendangan.
Kejadian bermula ketika pada hari Minggu, 27 Agustus 2006 pukul 15.00, mahasiswa fakultas teknik mengadakan aksi damai menuntut pelibatan lembaga mahasiswa dalam proses penerimaan mahasiswa baru tahun 2006, yang pada tahun ini sepenuhnya ditangani oleh dosen. Setelah 30 menit berorasi di depan gedung LT1 Fak Teknik, massa kemudian bergerak menuju lapangan merah untuk melanjutkan aksi berikutnya dengan tema yang sama, pada saat itulah dosen bernama Arwin menyatakan dihina oleh korban dengan mangatakan “bodoh”, korban sendiri setelah dikonfirmasi menyatakan tidak pernah mengeluarkan kata-kata tersebut.
Pada hari Senin, tanggal 28 Agustus 2006, korban dipanggil oleh dosen bernama A. Arwin ke sebuah ruangan yang biasa digunakan untuk sidang akhir mahasiswa, diruangan itulah kemudian Arwin (dosen) dibantu oleh dua orang mahasiswa fakultas Teknik angkatan 1999 melakukan pengeroyokan dan penganiayaan, bahkan ketika korban terjatuh ketiga pelaku masih menendang korban. Kejadian berlangsung selama 20 menit diruangan itu, kemudian salah seorsang mahasiswa angkatan 2001 yang juga menyaksikan kejadian itu lalu membawa korban keluar dari ruangan.
Korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke orang tuanya, Bapak Harun, yang lalu membawa anaknya ke rumah sakit untuk di visum, setelah itu pada pukul 18.00 orang tua korban melaporkan kejadian ini kepada POLRESTA Makassar Timur, kasus ini kini sedang diatangani oleh pihak Polresta Makassar Timur dengan no surat aduan : LP/1374/8/2006/SPK/tanggal 28 Agustus 2006.
Pada tanggal 29 Agustus 2006, senat mahasiswa fakultas teknik UNHAS melakukan aksi menuntut dituntaskannya kasus penganiayaan ini, ketua senat fakultas teknik, Ichsan, yang dikonfirmasi membenarkan aksi tersebut dan menyatakan akan terus menuntut penuntasan kasus ini.
Hari Ornag Hilang Sedunia: Negara Tidak Serius Menuntaskan Kasus Orang Hilang
Pernyataan Bersama pada Hari Orang Hilang Sedunia "Tidak Ada Keinginan Negara untuk Menuntaskan Kasus Penghilangan Paksa 1997/1998"
Sudah bertahun-tahun Negara ini gagal memberikan keadilan bagi rakyatnya. Rentetan kasus pelanggaran HAM yang menuntut pertanggungjawaban Negara lebih sering dilupakan atau dimaafkan dengan pemberian impunitas pada pelakunya ketimbang menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga korban. Demikian juga kasus pelanggaran HAM berat Penghilangan Paksa 1997/1998 yang hampir selama dua tahun ditangani oleh Komnas HAM.
Tim yang dibentuk berlandaskan SK Komnas No. 23/Komnas/X/2005 pada dasarnya memiliki mandat: meminta keterangan korban, memanggil saksi, mengumpulkan barang bukti, meninjau dan mengumpulkan keterangan ditempat kejadian, memanggil fihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan. Selain mandat tersebut, mandat lain yang harus dipenuhi adalah menemukan informasi mengenai keberadaan orang yang belum kembali. Mandat ini yang nampaknya masih belum terpenuhi dan menjadi hutang tim Komnas HAM pada keluarga korban yang masih belum kembali.
Ketidakseriusan, keengganan bekerja sama dari institusi militer dan rendahnya komitmen Pemerintah untuk menuntaskan kasus menjadi kendala utama dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya mekanisme hukum yang masih longgar dan menjelma menjadi impunitas.
Pihak TNI yang selama ini mengagung-agungkan reformasi di tubuh TNI dan ditambah pernyataan Panglima TNI pada saat fit and proper test di DPR yang menyatakan TNI akan bersedia bekerjasama untuk menuntaskan kasus HAM tetaplah merupakan janji-janji kosong. Hingga hari ini pihak TNI masih menolak dan melindungi jajaran perwiranya dari panggilan pemeriksaan oleh Tim Ad Hoc Projustisia Komnas HAM.
Kejaksaan Agung juga mengambil sikap serupa. Penolakan terhadap permohonan Tim Projustisia untuk melakukan kunjungan ke tempat-tempat dan institusi yang diduga menjadi tempat penyekapan korban untuk tujuan rekonstruksi menunjukkan sikap Kejaksaan Agung yang menghindari penuntasan kasus Penghilangan Paksa 1997/1998.
Pidato presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 16 Agustus 2006 yang menyatakan bahwa pemerintahannya cukup baik karena tidak ada pelanggaran HAM berat justru menunjukkan bahwa pemahaman Pemerintah mengenai penegakan HAM hanya bersifat menjaga namun mengabaikan tanggungjawab Pemerintahan yang lain berupa penuntasan kasus pelanggaran HAM dimasa lalu, yang juga merupakan kewajiban Pemerintahan sekarang.
Berdasarkan kondisi dan perkembangan tersebut, kami, korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia menuntut: 1. Pembuktian komitmen pihak TNI untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM dengan menghadiri pemanggilan Tim Projustisia Komnas HAM 2. Pembuktian komitmen Lembaga Peradilan untuk melakukan upaya pemanggilan paksa TNI dan pihak lain yang terkait dengan kasus. 3. Pembuktian komitmen pihak Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu, khususnya kasus Penghilangan Paksa 1997/1998, dengan memberikan ijin pemeriksaan untuk rekonstruksi. 4. Pembuktian komitmen Pemerintah, dalam hal ini Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu, khususnya kasus Penghilangan Paksa 1997/1998, dengan memberikan dukungan politik dan instruksi kepada setiap institusi yang berhubungan dengan penuntasan kasus agar bekerjasama.
Seiring dengan peringatan Hari Orang Hilang Internasional, kami juga menyerukan kepada Pemerintah RI untuk mendukung disahkannya Konvensi Anti Penghilangan Paksa pada Sidang Majelis Umum bulan November 2006 nanti, dan segera meratifikasinya sebagai bukti komitmen untuk menuntaskan dan melindungi seluruh warga Negara Indonesia dari tindakan penghilangan paksa.
Salam Solidaritas Melawan Impunitas!
Jakarta, 30 Agustus 2006
§ Keluarga Korban dan Keluarga Korban Peristiwa Tanjung Priok 1984, Jakarta. § Korban dan keluarga korban Penghilangan Paksa aktifis prodemokrasi 1997/1998 § Korban dan keluarga korban kasus Tragedi Kemanusiaan tahun 1965/1966 § Keluarga Korban dan Keluarga Korban Peristiwa Mei 1998 § Keluarga Korban Peristiwa TSS I dan II § Jaringan Solidaritas Keluarga Korban – JSKK § Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan – KontraS § KOMPAK § GMNI-UKI § RPM § SBMI § KASBI § PRP § LS-ADI § SEROJA
AFAD Statement on International Day of the Disappeared
International Day of the Disappeared August 30, 2006 Humanity today bleeds for the many lives killed, disappeared and injured in an ever increasing level of violence. These are the priceless lives of people who meant the world to their families and loved ones yet have been simply reduced to statistics as casualties and fatalities of war. A war waged to serve the personal interests of the powerful few at the expense of human life and dignity. At a time when much have been risked for the crusade to free the people from the bonds of fear and oppression it seems like the crusade only shackled the people tighter to fear and oppression. Bombs did not only crush buildings. Death did not only suck out the souls of the dead. Disappearances did not only steal people's loved ones. Torture did not only lash its whip upon the victim's corporeal being. More than this, bombs shattered lives. Death sucked out the life from the living. Disappearances stole the world to many families. And torture tore the hearts of the victims and their agonizing families. Nobody can understand the depths of pain and loneliness to suffer from such trauma but the victims themselves. A relative of a disappeared from Colombia tried to express in words how it feels: "to be a relative of a missing person means to be always filled with emptiness. Emptiness in heart, emptiness in house, emptiness in the meaning of life. This means to remember every day. But life continues not only for us but also for our children who need hope and truth." Thousands cry for truth and justice! Thousands grapple to hold on to hope. But where is justice? Where is truth? It is ironic to find truth and justice imprisoned in a so-called free society which promised to give its people hope for the future. 30 August is the day for all the disappeared around the world. Today, we pay respect to each and every soul we have lost. We pay tribute to their indomitable courage to fight for what is right and true. We honor them for their sacrifice in this struggle for the true sense of freedom and equality. More importantly, on this day, we offer them the fruits of our effort on the International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance that has been adopted by the Human Rights Council in June of this year. And we renew with them our commitment to never cease the pursuit for truth, justice, redress and recuperation of their memory. Last May, our Federation also conducted a forum for the Convention. One of our speakers, Ms. Irina Krasovskaya of We Remember-Belarus, called on everyone to unite in the face of this fear from oppressors. She said: "we are the real power that makes all dictatorial regimes collapse. This is the power of our unlimited love for our loved ones."Indeed, we believe we are the real power. And for that reason we stand here strengthened by our love for our disappeared, ready to take on the future hopeful to see the light of truth and justice. MARY AILEEN D. BACALSO Secretary-GeneralAsian Federation Against Involuntary DisappearancesRooms 310-311 Philippine Social Science Center Bldg. Commonwealth Ave., Diliman, Quezon City, Philippines Telefax: 00-63-2-4546759 Telephone: 00-63-2-9274594 Mobile: 00-63-917-792-4058 Website: http://www.afad-online.org
IKOHI Daerah JABODETABEK Berdiri
KONFERDA IKOHI dan DISKUSI PUBLIK: Peningkatan Kapasitas Organisasi Korban “Pendidikan untuk Pengembangkan dan Penguatan Organisasi Korban Pelanggaran HAM dalam Merebut Keadilan dan Kebenaran serta Melawan Impunitas”
Pada tanggal 12 Agustus 2006, Panitia Konfrensi Daerah IKOHI Jabodetabek (Orda IKOJI Jabodetabek) menyelenggarakan dua acara sebagai rangkaian dari Konferda IKOHI Jabodetabek yaitu; Diskusi publik bertema “Pendidikan untuk Pengembangkan dan Penguatan Organisasi Korban Pelanggaran HAM dalam Merebut Keadilan dan Kebenaran serta Melawan Impunitas”. Serta Konferda IKOHI Jabodetabek untuk memilih kepengurusan dan pembentukan struktur organisasi. Acara dilaksanakan selama satu hari dari pukul 09-00 – 18.00 WIB dengan bertempat di Gedung Joang, Jl Menteng 31, Jakarta Pusat.
Para peserta datang dari berbagai komunitas dan perwakilan korban pelanggaran Ham di Jabodetabek seperti; Keluarga dan korban Tanjung Priok; Keluarga dan korban tragedi Gestok 1965; Keluarga dan korban kerusuhan Mei 1998; Keluarga dan korban Semanggi I dan II; Keluarga almarhum Munir (mbak Suci dan anaknya Suukyi); Keluarga korban penculikan aktivis ; Tapol/Napol gerakan Demokrasi; Korban TPST Bojong; Korban pelanggaran Hak Ekosob seperti pengusuran dan buruh yang di PHK. Juga hadir para peninjau (observer) dari Kontras, Elsam, FPPI Jakarta, Walhi Jakarta , FMN Jakarta , AJI Jakarta, Komnas Ham, Yappika, ICMC, Peace Brigade International (PBI); Peneliti KKR dari Prancis; Yayasan Pulih, Yayasan Sekar, PRP Jabodetabek, Praxis, KASBI Jabodetabek, UNDP, Komnas Perempuan; Formappi; Blacbox Media Syndication; Voice of Human Rights (VHR); Total terdapat sekitar 60 peserta dan sekitar 25 peninjau.
Acara dibuka oleh sambutan dari ketua panitia Victor da Costa dilanjutkan oleh Mugiyanto, Ketua Umum IKOHI dan pembukaan konferda secara resmi oleh ibu Zoemrotin, Wakil Ketua Komnas Ham. Dalam pembukaan ibu Zoemrotin menyatakan pentingya organisasi seperti IKOHI yang selalu mendemo dan menuntut Komnas Ham agar menuntaskan berbagai kasus pelanggaran Ham yang terjadi. Namun menurut bu Zoem, Komnas Ham mempunyai keterbatasan dan berbagai kendala, seperti penafsiran UU yang berbeda, sikap lembaga lain seperti Kejaksaan Agung, Pengadilan atau Mabes TNI yang kurang mendukung pekerjaan Komnas Ham untuk penegakan Ham. Karena itu kadang-kadang Komnas Ham terjebak pada situasi yang sulit, disatu sisi para korban mempunyai harapan besar atas Komnas Ham, disisi lain peraturan perundangan dan lembaga negara yang lain justru tidak mendukung, malahan ada kesan menghambat. Proses seperti inilah yang kadang kurang dipahami oleh banyak orang.
Diskusi Publik Setelah pembukaan lalu dilanjutkan dengan diskusi publik yang menghadirkan tiga orang narasumber yaitu; Ibu Ita F Nadia dari Komnas Perempuan; Ibu Zoemrotin Wakil Ketua Komnas Ham; dan Mugiyanto, Ketua Umum IKOHI. Acara dipandu oleh Agung Yudha dari ELSAM.
Mugiyanto menyatakan bahwa setelah reformasi terdapat kondisi obyektif yang menguntungkan bagi gerakan demokrasi dan korban pelanggaran Ham dimana kebebasan politik, bersuara dan berekspresi dan berorganisasi mendapatkan ruang lebih luas. Sehinga para korban dapat berkumpul, membuat organisasi/wadah, berdemonstrasi dan melakukan proses hukum ke pengadilan atau MA seperti yang dilakukan para korban tragedi 1965.
Dari gerakan sipil yangtumbuh dalam era reformasi, Mugi melihat terdapat dua kecenderungan utama yaitu;
Pertama, adalah munculnya gerakan masyarakat sipil yang konservatif dengan mengusung isu suku, agama, ras, berbagai politik identitas dan aksi-aksi teror/kekerasan organisasi milisi sipil/kepemudaan yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan (Ham) dan pluralisme. Dan ironisnya gerakan sipil konservatif ini jauh lebih teroganisir sehinga mampu mendominasi ruang demokrasi dan membangun opini, selain tentu saja dukungan dari elit politik dan organissi politik Orde Baru baik secara politik maupun logistik.
Kedua, gerakan masyarakat sipil yang menuntut penegakan Ham, demokrasi dan pluralisme diantara warga-bangsa Indonesia. Gerakan ini berjasa besar, bahkan menjadi korban utama dalam proses menuju era reformasi. Namun setelah reformasi tercipta kekuatan ini terserak dan muncul dalam berbagai organisasi, kegiatan dan aktivitas, baik yang bersifat politik praktis, LSM, maupun dalam berbagai gerakan sosial yang ada. Maraknya ornganisasi masyarakat sipil ini memang patut dihargai, sebagai buah reformasi, namun bila ‘kemarakan’ menghasilkan gerakan yang kecil-kecil dan berserakan, maka dampaknya adalah tidak mempunyai kekuatan tawar dan daya tekan yang kuat, baik atas negara/pemerintah, maupun ketika berhadapan dengan gerakan masyarakat sipil yang konservatif.
Dalam rangka mengatasi berbagai sekat-sekat tersebut, Orda IKOHI Jabodetabek diharapkan dapat menjadi semacam ‘jembatan’ untuk membuat suatu jaringan bagi gerakan korban di Jabodetabek untuk melakukan perjuangan secara programatik dan bersama-sama. Sehingga terjadi solidaritas dan saling mendukung diantara sesama korban serta dengan berbagai organisasi/lembaga dan individu yang memberikan dukungan dan komitmen pada penegakan Ham dan demokrasi.
Pembicara kedua, Ita F, Nadia dari Komnas Ham menyoroti pentingnya untuk memahami peta politik Ham ditingkat Global, nasional dan lokal. Sebab ketiganya saling kait-mengkait dalam upaya penegakan Ham di Indonesia. Dalam kasus tragedi 1965 dicontohkan olehnya, maka yang harus dituntut tanggung jawab bukan hanya negara Indonesia, tapi juga pemerintah Amerika Serikat yang mendukung dan terlibat didalamnya dengan aktif. Karena itu wajar bila proses penegakan Ham kasus 1965 juga akan berhadapan dengan politik konservatif Amerika serikat.
Dalam politik ‘Islam kanan’, demikian lebel yang diberikan oleh mbak Ita, mengacu pada gerakan politik Islam sekarang ini yang mencoba memajukan ideologi Syariat Islam, juga merupakan sebuah gerakan global, yang terkait dengan berbagai jaringan gerakan islam internasional yang hendak mendirikan negara Islam. Karena itu menurutnya, lahirnya Perda-Perda berbau Syariat Islam adalah semacam gerilya politik yang ujungnya adalah hendak mengubah konstitusi menjadi mirip Piagam Jakarta dan akhirnya membentuk negara berbasiskan syariat Islam.
Dalam strategi melakukan perlawanan, mbak Ita memajukan apa yang ia sebut sebagai ‘politik narasi’. Politik narasi ini dilakukan dengan cara melakukan sejarah lisan dimana para korban Ham--dalam kasus ini ia mengambil contoh korban 1965—dimana Komnas Ham berkerja sama dengan kelompok muda Nu Sariat di Yogya dan Elsam melakukan pengumpulan data dari para perempuan korban 1965 dengan program ‘Tutur Perempuan” dibeberapa kota. Narasi-narasi dari para korban ini dijadikan suatu ‘alat’ untuk melawan hegemoni atau politik negara yang sesat, tidak berdasarkan fakta dan sarat dengan muatan kepentingan politik kekuasaan yang jauh dari obyektif. Politik narasi ini lalu membangun sebuah wacana baru yang pro wacana korban.
Strategi lain yang ditawarkan olehnya adalah dengan cara memberikan pendidikan Ham ke sekolah-sekolah dengan membawa ‘narasi-narasi korban’ tersebut kedalam kelas, kepada generasi muda yang menjadi pewaris masa depan. Program ini berhasil memberikan penyadaran dan ‘pengetahuan alternatif’ di luar kurikulum resmi yang dibuat oleh negara. Sayangnya program ini hany baru dilakukan dibeberapa sekolah.
Sementara ibu Zoemrotin kembali mengingatkan tentang posisi Komnas Ham yang kurang mendapatkan dukungan dari perundangan yang ada (UU 26 dan UU 39), sehingga melahirkan insterprestasi dan celah-celah yang tetap dapat digunakan oleh para pelaku pelanggaran Ham untuk menolak memberikan kesaksian di Komnas Ham. Dalam kasus ini ia mengambil contoh pada institusi TNI yang tetap melindungi para jendral baik yang pensiunan atau aktif untuk memberikan kesaksian dalam kasus pelanggaran ham yang melibatkan personil TNI. Hambatan lain juga dari intitusi negara terkait seperti pengadilan dan Kejaksaan yang justru menjadi penghambat untuk pemeriksaan kearah pro justisia. Karena itu untuk mengatasi semua hambatan ini, Komnas Ham sedang mengajukan revisi UU 26 dan UU 39 guna mengatasi berbagai kendala prosedural dalam proses pemeriksaan/kesaksian kearah pro justisia. Untuk itu ia menganggap perlu agar Komnas Ham bersonsultasi dan mendapatkan dukungan dari LSM, intelektuil dan berbagai gerakan korban.
Sosialisasi Kongres IKOHI
Setelah diskusi publik dan paska makan siang, acara dilanjutkan dengan Konferda IKOHI Jabodetabek. Konferda ini dibagi dua sesi utama, yaitu sesi sosialisassi hasil Kongres IKOHI dna Sharing korban pelanggaran Ham di Jabodetabek serta sesi kedua yaitu pembentukan struktur organisasi Orda Jabodetabek dan pemilihan Ketua serta susunan pengurus. Sidang ini dipimpin oleh Ibeth.
Sosialisasi ini penting sebab struktur dan program yang nanti diputuskan oleh Konferda haruslah sejalan dan menyesuaikan dengan keputusan dalam Kongres Makasar. Karena itu selain tanya-jawab, tidak ada keputusan yang diambil menyangkut dokumen Kongres, yang akan berlaku hingga Kongres berikutnya di tahun 2009.
Sosialisasi hasil kongres dilakukan oleh Sinnal Blegur, Sekretaris Umum IKOHI dan Mugiyanto, Ketua Umum IKOHI. Seperti diketahui, Kongres ke II IKOHI telah dilakukan di Makasar pada tanggal 8-10 Maret 2006. Kongres ini dihadiri oleh para korban dan organisasi korban dari 14 wilayah. Rekomendasi dari Kongres yang berkait dengan konsolidasi di daerah adalah sb; Pertama, mensosialiasikan hasil-hasil kongres di organisasi daerah, baik yang sudah memiliki struktur maupun yang masih berbentuk koordinator wilayah; Kedua, membuat Rencana Kerja Daerah dan Rencana Kerja Nasional sebagai implementasi keputusan-keputusan Kongres II IKOHI menyangkut organisasi, program strategis dan resolusi. Ketiga, mulai mengkoordinasikan kepengurusan Badan Pekerja di pusat dan daerah-daerah serta melakukan konsultasi dengan Presidium bila diperlukan. Keempat, mulai merespon isu-isu strategis yang disepakati saat Kongres, yang meliputi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan Pengoptimalan Pengadilan HAM, pemberdayaan korban dan pembangunan solidaritas korban.
Sharing Koban Ham Jabodetabek
Dalam sesi ini setiap perwakilan korban memberikan gambaran tentang kasus mereka secara ringkas, proses hukum yang terjadi dan kondisi para korban sekarang ini. Sesi ini dipimpin oleh Saiful Haq, seorang aktivis IKOHI yang sekarang sedang mengambil S2 di ITB, Bandung
Perwakilan korban 1965, pak Sjamsu menggambarkan tentang perjuangan legal, melalui mekanisme hukum yang mereka perjuangkan melalui pengadilan, MA dan Komisi Konstitusi agar negara mengembalikan hak-hak para korban 1965. Namun dinyatakan juga bahwa korban 65 tidak terilusi akan dimenangkan secara hukum melihat peta kekuatan politik dominan di dalam negara yang konservatif, namun menjadikan ajang perjuangan elgal sebagai sarana kampanye kepda publik dan internasional tentang perjuangan para korban 65 untuk menuntut keadilan. Kedepan nanti perjuangan secara hukum akan terus dilanjutkan.
Korban Tanjung Priok menyatakan apakah setelah para tersangka militer lolos dari Pengadilan Ham Tanjung Priok tetap dapat di proses secara hukum. Para korban keceewa dengan hasil pengadilan ham yang membebaskan semua tersangka.
Ibu Arif, ibunda korban Semanggi I menyatakan kecewa dengan proses hukum yang terjadi atas pengusutan tragedi Semanggi I dimana anaknya menjadi salah satu korban. Awalnya dia mencari dukungan politik di DPR agar proses pengusutan dapat dijalankan. Namun yang terjadi, pansus di DPR justru menjadi alat politik untuk menghentikan pengusutan dengan mengeluarkan rekomendasi tidak terjadi pelanggran Ham berat dalam kasus Semanggi I dan II. Akibatnya pengusutan atas korban Semanggi I dan II dihentikan. Ia menasehati korban Ham lainnya, terutama kasus Mei 1998, agar menolak DPR bila membentuk komisi, pansus, apapun namanya, yang hendak mengangkat isu pelanggaran Ham, sebab hasilnya akan sama dengan kasus semanggi I dan II.
Suciwati, istri almarhum Munir menjelaskan bahwa proses hukum seperti berlari diempat sebab ada konspirasi politik dibelakanya yang menghalangi. Menurutnya institusi dan pelakunya sudah cukup jelas, tapi ia heran kenapa pihak kepolisian tidak sanggup melanjutkan proses penyidikan. Suciwati mengatakan bahwa ia terus menelpon perwira polisi yang memimpin penyidikan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan penyidikan. Dalam acara memperingti wafatnya Munir, 7 September nanti, Suciwati mengharapkan agar dukungan untuk kasus Munir dapat terus dijaga hingga kasusnya tuntas.
Ibu Nur mewakili korban penculikan aktivis mengatakan, selama 8 tahun berbagai lembaga tinggi negara, berbagai demonstrasi dan pertemuan gerakan korban sudah ia ikuti namun hasilnya belum ada kemajuan berarti. Meskipun begitu ia akan terus berjuang untuk menemukan anaknya, entah sampai kapan. Kebetulan pada hari Konferda ibu Nur juga berulangtahun ke 50, maka para peserta menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan memberikan salam padanya.
Korban penggusuran, pak Budi dari organisasi Pawang menyampaikan tentang hak-hak ekosob rakyat miskin kota yang tidak dipenuhi oleh pemerintah, bahkan digusur dan dianiyaya. Menurutnya sudah saatnya korban hak ekosob juga dilibatkan dlam gerakan korban, bukan hanya korban hak sipol seperti yang berkembang selama ini. Korban PHK dari sebuah pabrik korea mewakili KASBI juga menceritakan bagaimana haknya sebagai buruh dihancurkan oleh pengusaha dengan cara di PHK. Setelah di PHK ia bergabung dengan serikat buruh guna memperjuangakn hak-hak kelas buruh. Sekarang ini ia terlibat dalam perjuangan menentang revisi UU Naker 13 yang anti buruh
Pembentukan Struktur, Pemilihan Pengurus IKOHI Jabodetabek dan Perwakilan Presidum Nasional
Sesi ini adalah sesi puncak dan paling penting dalam konferda sehari penuh, sebab akan memilih pimpinan gerakan korban yang akan memimpin Orda Ikohi Jabodetabek selama periode 2006-2009. Sidang dipimpin oleh Saiful Haq. Persidangan diawali dengan pembacaan Tata Cara Persidangan Konferda. Dalam tata cara itu disepakati bahwa tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan struktur organisasi Orda IKOHI Jabodetabek.
Struktur yang dipilih adalah mengikuti struktur Badan Pekerja IKOHI nasional, hanya saja jumlah departemenya ditentukan sesuai kebutuhan. Dalam struktur disepakati untuk membentuk Presidium Daerah, semacam lembaga legslatif yang mewakili komunitas/organisasi/anggota gerakan korban yang ada diwilayah Jabodetabek. Presda berfungsi untuk pemantauan dan konsultatif bagi kepengurusan daerah yang terbentuk. ( lihat gambar struktur dilampiran)
Setelah pembentukan struktur lalu dilanjutkan dengan pemilihan calon ketua Orda IKOHI Jabodetabek. Seteleh disaring muncul tiga calon ketua, semuanya wanita, yang mencalonkan dirinya sebagai Ketua yaitu, ibu Darwin dari korban Mei, Ibu Ruminah dari korban Mei dan MbakYety, keluarga korban Tanjung Priok. Karena terdapat tiga calon, maka diadakan voting terbuka dengan cara menunjuk tangan untuk ketiga calon ketua. Hasil voting memutuskan bahwa Mbak Yetty, keluarga korbanTanjung Priok mendapatkan 33 suara dari 55 suara peserta yang punya hak pilih. Dengan begitu maka MbakYety secara resmi diputuskan melalui surat Ketetapan Konferda sebagai Ketua Orda IKOHI Jabodetabek untuk periode 2006-2009.
Selanjutnya Ketua Orda IKOHI Jabodetabek dalam waktu sesegera mungkin, dengan berkonsultasi dengan Badan Pekerja Nasional IKOHI dan wakil Presidium Nasional dari Jabodetabek akan melakukan pertemuan untuk melengkapi staf-staf dalam struktur yang sudah diputuskan. Sementara untuk anggota Presidium Daerah (Presda) Orda Jabodetabek akan diputuskan dalam waktu sebulan melalui mekanisme sosialiasi komunitas korban yang menghadiri Konferda.
Setelah itu dilakukan pemilihan wakil dari Orda IKOHI Jabodetabek yang akan duduk di Presidium Nasional IKOHI. Pimpinan sidang menjelaskan bahwa Wilson adalah wakil di Pesidium Nasional yang mewakili Jabodetabek dalam Kongres Makasar. Lalu ditanyakan apakah akan dipilih yang baru ataukah secara akalamasi memilih Wilson untuk tetap menjadi anggota Presidium, Akhirnya secara aklamasi perserta memilih Wilson untuk tetap menjadi perwakilan.
Dengan demikian semua proses acara Konferda berakhir sudah. Setelah pimpinan sidang membacakan Ketetapan-Ketetapan Konferda, Mbak Yetty, sebagai Ketua Orda IKOHI Jabodetabek terpilih memberikan sambutan ringkas dan dengan resmi menutup Konferda.
Ungkapan Terimakasih Bersama ini juga diungkapkan rasa terimakasih yang dalam kepada berbagai organisasi/lembaga dan individu yang memberikan kontribusi dalam acara ini, baik secara logistik, gagasan maupun dalam kepanitiaan. Terimakasih kami ucapkan kepada Kontras, Yappika, Elsam, YSIK, Imparsial, Praxis dan IKOHI nasional yang telah memberikan sumbangan logistik dan fasilitas untuk terselengaranya acara Konferda IKOHI Jabodetabek. Terimakasih kepada bui Zoemrotin dari Komnas Ham, ibu Ita F nadia dari Komnas Perempuan, Agung Yudha dari Elsam dan Mugiyanto dari IKOHI yang meluangkan waktu untuk menjadi narasumber dan memberikan berbagai gagasan konstruktif untuk pembangunan gerakan korban.
Terimakasih sangat dalam dan rasa cinta kami kepada seluruh korban dan keluarga korban dari berbagai wilayah Jabodetbek yang telah meluangkan waktunya untuk sehari penuh menjalani Konferda di Gedung Joang. Beberapa diantara mereka bahkan sudah sangat sepuh seperti bu Lestari dan bu Kartinah, namun dengan bersemangat mengikuti seluruh proses diskusi. Kepada para korban ini terimakasih dan cinta kami paling dalam dipersembahkan. Para sepuh ini jgua memberikan isnpirsi moral kepada peserta untuk terus berjuang selama atau hingga setua apapun untuk menuntut keadilan.
Terimakasih amat sangat untuk para voluntir panitia penyelenggara (OC) yang mau bekerja diluar pekerjaan di kantor atau lembaganya masing-masing, tanpa digaji dan diberi fasilitas, tapi selama 24 jam sehari siap untuk melakukan koordinasi dan melalui rapat-rapat panitia di sekretariat IKOHI. Terimakasih sangat dalam kami nyatakan kepada Ibeth, Hiqmah, Aan, Mira, Saiful, Nanung, Ari, Agnes, Pheo, Eli, Simon, Marulloh, Gentur, Panel, mbak Suciwati, Ariani, Fendry dan Adrian. Maaf, bila hanya kaos dan ungkapan terimakasih yang dapat kami sampaikan.
Terimakasih juga kepada para peninjau yang telah datang memenuhi undangan dan memberikan saran, pendapat dan gagasan untuk memperkuat organisasi di IKOHI Jabodetabek. Juga terimakasih kepada pengelola Gedung Joang yang menyediakan fasilitas untuk Konferda. Terimaksih juga kepada semua orang dan lembaga yang mungkin tidak dapat kami sebutkan satu-persatu namun telah berkontribusi dalam Konferda.
Maafkan panitia penyelengara, bila ada kekurangan disana-sini selama Konferda berlaku. Sebab ‘panitia juga manusia’, jadi kadang khilaf, lupa dan mempunya keterbatasan..
Bravo IKOHI Jabodetabek .
Jakarta, 14 Agustus 2006-08-14
Victor da Costa Ketua Panitia
Wilson Sekretaris
Korban Konflik Aceh Gugat
Korban Konflik Aceh Tuntut Pembangunan Rumah Suara Pembaruan, 7 Agustus 2006
[BANDA ACEH] Sekitar 300 warga korban konflik dari Desa Mane dan Turucut, Kecamatan Gumpang Mane, Kabupaten Pidie, Senin (7/8) mendatangi markas Aceh Monitoring Mission (AMM) di Banda Aceh, guna menuntut pemerintah segera membangun rumah mereka yang hancur semasa konflik.
Ratusan korban konflik laki-laki dan perempuan itu datang ke Banda Aceh dengan menggunakan bus, truk, dan mobil pick-up, di dalam rombongan juga ada anak-anak yang dibawa oleh ibu mereka.
Di markas AMM, pengunjuk rasa membentangkan karton bertuliskan tuntutan agar pemerintah segera menyalurkan dana kompensasi bagi korban konflik, membangun rumah mereka yang rusak dan pembatalan pembangunan markas TNI di Mane serta meminta AMM mengajak GAM-RI kembali berunding guna menyempurnakan Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh (UU PA).
Pendemo disambut press officer AMM, Faye Belnis bersama dua staf AMM lain. Puluhan personel polisi dari Poltabes Banda Aceh ikut mengamankan aksi itu dengan dipimpin Kapoltabes Kombes Pol Zulkarnain.
Koordinator aksi, Agussalim mengatakan, kedatangan mereka ke markas AMM untuk menuntut supaya pemerintah segera menyalurkan dana kompensasi dan membangun kembali rumah yang telah hancur semasa konflik. "Kami tidak akan kembali ke kampung selama tidak ada kepastian dari pemerintah yang disampaikan langsung di depan AMM," tegasnya.
Pengunjuk rasa juga mendesak pemerintah membatalkan pembangunan Batalyon TNI Kompi E 113/Jaya Sakti di Desa Mane, Kecamatan Mane. "Kami mendesak pihak GAM-RI kembali ke meja perundingan guna melakukan dialog penyempurnaan UU PA sesuai dengan MoU Helsinki. AMM harus objektif meluruskan pertikaian politik GAM dan RI, khususnya tentang UU PA," katanya.
Usai membacakan tuntutan di hadapan staf AMM, Agussalim mengatakan, mereka tidak akan kembali ke Mane sebelum tuntutan dipenuhi pemerintah. Mendengar pernyataan Agussalim, staf AMM kebingungan. Namun mereka menyarankan supaya massa jangan berkumpul di depan markas AMM. [147]
Korban Pelanggaran HAM Aceh Menuntut Hak
Kompas 8 Agustus 2006 Menhan Swedia Kunjungi Kantor AMM
Banda Aceh, Kompas - Menteri Pertahanan Swedia Leni Björklund mengunjungi Kantor Misi Pemantau Aceh di Darussalam, Banda Aceh, Selasa (8/8), untuk melihat peran lembaga pemantau itu menjalankan fungsinya di Aceh, terutama staf yang berasal dari Swedia.
Leni disambut Wakil Ketua Utama Misi Pemantau Aceh (AMM) Datok Mohd Rozi Bin Baharom dan Renata Tardioli, Deputi Reintegrasi AMM, serta beberapa staf AMM lain. Bersama Leni dan rombongan ikut juga Duta Besar Swedia untuk Indonesia Lennart Linner.
Leni Björklund mengatakan, selain melihat Aceh pascatsunami dan kinerja AMM, dia juga bermaksud mengunjungi anggota AMM dari Swedia yang jumlahnya 15 orang, serta mengunjungi tim dari Swedish Rescue Service Agency (SRSA) yang selama ini membantu AMM. Menteri Pertahanan Swedia juga sempat mencoba tangga darurat di Kantor AMM. Menurut Leni, tangga dari SRCA tersebut disiapkan untuk keamanan anggota AMM jika terjadi bencana. Leni mengakui, perdamaian di Aceh sangat membantu proses rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh. Damai adalah dampak baik dari tsunami yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004 lalu. "Damai dan rekonstruksi bisa saling mengisi di Aceh," ujarnya.
Sementara itu, ratusan korban konflik asal Desa Mane, Kecamatan Mane, Kabupaten Pidie, yang sehari sebelumnya berunjuk rasa di Kantor AMM, kini mendatangi Kantor Badan Reintegrasi Damai Aceh di Banda Aceh. Mereka menuntut pemerintah memberi ganti rugi atas kerugian akibat konflik.
"Kalau pemerintah tidak juga menanggapi, kami akan tetap di sini," kata koordinator lapangan Agus Salim.
Mereka juga menuntut tanggung jawab pemerintah atas kemerosotan ekonomi yang menimpa mereka selama konflik karena tidak dapat mengolah lahan sumber pencaharian. "Masing- masing dari kami meminta ganti rugi Rp 150 juta agar dapat kembali membangun rumah, memulai usaha, menyekolahkan anak," kata Agus Salim. (AIK)
Tentang Pemanggilan Paksa TNI
Media Indonesia 1 Agustus 2006
Menhan dan Menkum HAM Belum Sepaham Soal Pemanggilan Paksa TNI
JAKARTA--MIOL: Pemanggilan terhadap enam anggota dan purnawirawan TNI oleh Komnas HAM beberapa waktu lalu ternyata berbuntut pada salah tafsir antara Departemen Hukum dan HAM dengan Departemen Pertahanan.
Menteri hukum dan HAM Hamid Awaludin mengungkapkan dirinya belum mengadakan pembicaraan dengan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono terkait pemanggilan paksa enam anggota dan purnawirawan TNI oleh Komnas HAM dalam kasus penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998.
"Saya malah belum tahu soal itu. Saya sama sekali tidak tahu soal itu," kata Hamid kepada Media Indonesia di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Selasa (1/8), usai bertemu Ketua MA Bagir Manan selama 20 menit sejak pukul 12.30 WIB.
Hamid juga tak mau memberikan keterangan ketika ditanya soal kontroversi perbedaan tafsir hukum antara Menhan dan Komnas HAM soal pemanggilan itu. "Cukup, cukup," katanya sambil mengibaskan tangan dan memasuki lift.
Beberapa waktu lalu, Komnas HAM memanggil paksa enam anggota dan purnawirawan TNI terkait kasus penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998. Dari enam orang itu, dua di antaranya adalah militer aktif. Namun semuanya menolak memberikan keterangan sebagai saksi kepada tim ad hoc Komnas HAM.
Selain keenam orang tersebut, Komnas HAM juga memanggil sejumlah anggota dan purnawirawan TNI lainnya dalam kasus sama. Tapi dari 30 orang, hanya satu purnawirawan TNI yang memenuhi panggilan.
Menhan sebelumnya mengatakan akan mengkonsultasikan hal itu dengan Hamid. Terutama soal perbedaan tafsir antara Komnas dan pihak militer. Komnas berpayung UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, sedangkan militer mengklaim memiliki hukum acaranya sendiri. Komnas juga telah melayangkan surat kepada Ketua PN Jakarta Pusat Cicut Sutiarso. Cicut akhirnya mempersoalkan perbedaan tafsir hukum pemanggilan paksa itu.
Sementara itu, Hakim Agung Djoko Sarwoko berpendapat pemeriksaan terhadap anggota TNI yang masih aktif sebaiknya didasarkan atas ketentuan hukum acara peradilan militer. Sementara bagi yang berstatus TNI nonaktif berlaku ketentuan pidana umum. Ditemui terpisah, Ketua Ad Interim Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen meminta keenam orang yang dipanggil itu hadir sebagai saksi.
"Setiap orang harus tunduk pada hukum, termasuk keenam orang itu," katanya. Ia menegaskan dalam kasus itu yang berlaku adalah ketentuan UU 26/2000 tentang pengadilan HAM. Karenanya, kata dia, pemanggilan Komnas HAM itu sah.
"Dalam Konsideran UU TNI huruf d, dinyatakan TNI dibangun dan dikembangkan dengan mengacu pada nilai dan prinsip supremasi sipil dan HAM," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan presiden perlu memberikan dukungan secara politik terhadap upaya Komnas HAM mengungkap kasus itu.
"Mengingat Indonesia sebagai anggota Dewan Ham PBB telah menyatakan janji (pledge) sebagai bangsa yang beradab melawan kejahatan HAM berat," katanya. (Aka/OL-03)
Komnas HAM, TNI dan Orang Hilang
Editorial Media Indonesia 14 Juli 2006
Komnas HAM, TNI dan Orang Hilang
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melayangkan surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Cicut Sutiarso pada Senin (10/7). Surat yang diantar Wakil Ketua Komnas HAM Zoemrotin itu berisi permohonan pemanggilan paksa atas sejumlah anggota TNI yang diduga mengetahui kasus penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998. Sedikitnya 14 orang yang hilang bak ditelan bumi pada periode itu. Mereka aktivis muda yang menentang kekuasaan represif ketika itu.
Ada enam orang anggota dan purnawirawan TNI yang dimintakan pemanggilan paksa, termasuk Sekjen Dephan Letjen Sjafrie Sjamsuddin yang ketika kejadian menjabat Pangdam Jaya.
Mereka sudah dua kali dipanggil dalam kasus pelanggaran berat HAM itu. Sebanyak 23 anggota dan purnawirawan TNI lainnya juga tidak mau memenuhi panggilan pertama Komnas HAM. Hanya seorang yang bersedia memenuhi panggilan tersebut.
Penolakan itu resmi disampaikan Badan Pembinaan Hukum TNI. Alasannya, tim penyelidik Komnas HAM dinilai tidak memiliki kewenangan untuk memanggil para anggota TNI karena kejadian yang dituduhkan tersebut berlangsung sebelum UU 39/1999 tentang HAM diundangkan.
Sjafrie juga memastikan tidak akan memenuhi panggilan paksa itu. Sebab, kata dia, dirinya hanyalah pejabat yang melaksanakan tugas operasional dari institusi. Kita percaya, tugas operasional institusi itu suci. Kesalahan, jika ada, sepenuhnya berada di pundak pelaksana. Memenuhi panggilan Komnas HAM jelas merupakan peluang emas bagi TNI untuk 'membersihkan' diri. Terlalu sayang kesempatan itu dilewatkan begitu saja. Apalagi, Komnas HAM sudah menyimpulkan pelaku penghilangan paksa berasal dari kelompok terorganisasi. Anggota dan purnawirawan TNI yang dipanggil mestinya berkewajiban menjelaskan kepada Komnas HAM bahwa kelompok terorganisasi itu bukan TNI. Tunjukkan bahwa tugas mulia institusi telah dilaksanakan tanpa noda.
Kita justru memberikan penghargaan yang tinggi kepada Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto yang membuka kepada publik kasus penimbunan senjata di kediaman Wakil Asisten Logistik KSAD mendiang Brigjen Koesmayadi. Pengungkapan kasus itu, kata Panglima, untuk memetakan TNI dalam aturan dan tatanan yang benar. Panglima ingin menunjukkan kepada publik bahwa TNI memanglimakan hukum. Itulah roh reformasi yang dicanangkan TNI. Pemeriksaan oleh Komnas HAM terkait kasus penghilangan orang secara paksa sudah seharusnya juga diletakkan pada perspektif untuk memetakan TNI dalam aturan dan tatanan yang benar.
Sekaranglah saatnya menjelaskan sejelas-jelasnya kepada Komnas HAM tentang kasus orang-orang hilang agar tidak ada lagi prasangka di kemudian hari. Bila tidak dijelaskan dan diselesaikan sekarang, Komnas HAM akan selalu menempatkan kasus orang hilang sebagai pending matters yang setiap kali diungkapkan, mau tidak mau akan mempertanyakan kesungguhan TNI menjelaskan masalah ini.
12 Soldiers to be Grilled by KOMNAS HAM for Disappearances
Komnas seeks to summon 12 soldiers August 8, 2006 Ridwan Max Sijabat, The Jakarta Post, Jakarta
The National Commission on Human Rights (Komnas-HAM) has asked the Central Jakarta District Court to use its authority to grill 12 soldiers, including two generals, over their alleged involvement in the disappearance of 14 pro-democracy activists between 1997 and 1998. The rights body has twice summoned the 12 servicemen and two civilians, but they have refused to appear.
"We have formally asked the court to summon the servicemen by force," Komnas-HAM chairman Abdul Hakim Garuda Nusantara said here on Monday.
Among the 12 military officers are former chief of Indonesian Military General Affairs Lt. Gen. (ret) Djamari Chaniago, former Army spokesman Brig. Gen. (ret) Afiffudin Thaib and Col. Abdul Salam of the Army Special Forces (Kopassus).
The other nine are from the Kopassus group based in Cijantung, East Jakarta. They were part of the so-called Mawar (Rose) Team, whose involvement in the abductions has already been established.
Eleven of the team's members have been convicted and dismissed from military service. Previously, the rights body summoned former TNI commander Gen. Wiranto, former Kopassus chief Lt. Gen. (ret) Prabowo Subianto and former chief of the Jakarta Military Command Lt. Gen. Safrie Syamsudin but they all refused to appear, arguing that the case was closed when the 11 soldiers were sentenced.
Ruswiati Suryasaputra, who leads the rights body's team of investigators, said the case was still far from over because 14 of the 20 abducted activists were still missing. She said Komnas-HAM needed to summon the soldiers not to prosecute them, but to gain information.
"We have the authority to investigate the cases to clarify whether the 14 are still alive or not. If they are still alive, their relatives need to know their whereabouts, or if they are dead they want to know where they were buried," she said.
"If they refuse to show up before the inquiry team, the court could use force to bring them to the dock," she added.
Safroedin Bahar, Komnas-HAM's commissioner for protection of communal rights, said it was unfortunate that the servicemen were defying the summons. He added that all people, including military personnel, were equal before the law.
The military, he said, should set a good example by complying.
Kerusakan Alam Mengancam Jiwa Setiap Orang
Seri Sitham dari DPKP IKOHI - Juni 2006
oleh: Maria Ulinawati
Bencana alam yang datang bertubi-tubi menyisakan penderitaan masyarakat dan berbagai problem sosial. Ketidaksiapan pemerintah mengantisipasi dan menanggulangi bencana menimbulkan kekhawatiran publik akan makin terkatung-katungnya nasib korban. Penanggulangan berbagai kasus bencana alam yang terjadi baru-baru ini, khususnya gempa bumi Yogya, banjir di Sulawesi dan Kalimantan, maupun luapan lumpur panas di Jawa Timur, terakhir swunami yang terjadi di Jawa Barat ini semua mengambarkan secara utuh carut-marutnya kebijakan dan system pemeerintah. Pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun di daerah, tampaknya sama-sama tidak siap mengantisipasi bencana dan menanggulangi dampak jangka panjangnya. dari tingkat pusat, misalnya, kerap kali lebih tampak sebagai sikap reaktif ketimbang komprehensif. Respons politik memang cepat, sebagaimana dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setiap kali terjadi satu peristiwa penting. Namun, penyelesaian berupa bantuan masih jauh dari yang di harapkan korban. Bahkan sejauh ini belum ada keseriusan dari Pemerintah dalam melihat peyebab terjadinya bencana, karena dalam beberapa orang2 yang berwenang mengeluarkan pernyataan yang saling konropesi dalam hal terjadinya bencana, Gempa, longsor dan banjir bandang yang terjadi. Dari mulai Wapres tentang banjir banding di sulawesi dan Kalimantan yang mengatakan banjir terjadi karena penebangan liar, Kepala Balai Penelitian Geomatika Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional), Dr Priyadi Kardono MSc, Tidak benar banjir bandang karena penebangan liar, karena ada beberapa daerah yang dilanda banjir, bagian hulunya masih tertutup hutan. Daerah yang lebat dan yang gersang keduanya mengalami longsor dan banjir (kompas 25/704) padahal rusaknya taman nasional di sulawesi bagian selatan dan utara adalah bukti terjadinya penebangan liar. Bencana longsor dan banjir bandang yang terjadi di Sinjai Sulawesi selatan, sulawesi Utara dan beberapa kabupaten di Kalimantan selatan di sinyalir di sebabkan kerusakan taman nasional di sulawesi bagian selatan dan utara . perambahan dan pembalakan besar besaran dengan di temukanya 600.000 potong kayu terapung di anak sungai kawasan hutan gambut kondisi ini membuat hutan2 gundul dan 2 juta hektar hutan.hilang setiap tahunya. Menteri Kehutanan mengatakan bahwa banjir dan tanah longsong akibat pembalakan, dan disejumlah daerah di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, dan Pulau Maluku akan menyusul mengalami bencana banjir dan longsor sebagaimana terjadi di Kabupaten Sinjai, Sulsel. Total daerah yang bakal mengalami musibah yang sama, menurut hitungan Departemen Kehutanan (Dephut) mencapai 238 daerah.. (Kompas 23 juni 2006) Setiap bencana yang terjadi longsor,,banjir telah banyak menelan korban, korban jiwa dan luka2 kerusakan rumah2 warga, kerusakan ribuan hektar sawah, ladang dan kebun atau sarana dan prasarana fisik belum lagi kerugian spiritual akibat dari setelah bencana warga akan hidup di tenda2 pengungsian dengan segala keterbatasan yang akan menimbulkan persoalan baru masalah pendidikan, kesehatan, tempat tinggal dan masalah pekerjaan . Semua ini merupakan beban hidup yang harus di Tanggung oleh masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang semankin sulit. Beban hidup yang tinggi sedang kemampuan daya beli yang terus menurun akibat kecilnya pendapatan dan sulitnya mencari pekerjaan.. Menurut data IMFORM (Indonesia Forest and Media campaign) Indonesia merugi 83 milyard setiap harinya atau 30,42 triliun pertahun akibat perampokan hutan dari penebangan kayu liar dan peredaran kayu illegal yang mencapai 50,7 juta meter kubik pertahun. Dan bisa di bayangkan dengan uang 83 milyard perhari seharusnya Negara dapat memberikan pendidikan gratis pada seluruh anak2 usia SD, beasiswa sedikitnya 1,6 juta anak putus sekolah setiap hari, membangun dan memperbaiki sedikitnya 300 gedung SD setiap hari serta dapat membagun sedikitnya 2000 unit rumah sangat sederhana setiap harinya. Jadi para pelaku ataupun yang terlibat dalam kasus illegal logging harus di hukum seberat2nya karena mereka merampok kehidupan jutaan rakyat miskin yang ada. (detik com 22/4/03) II. Tindakan hukum atas para pelaku illegal logging Namun sejauh ini belum ada yang dinyatakan bertanggung jawab oleh pihak keamanan walau telah ada beberapa orang di duga pelaku atau terlibat dalam proses kerusakan dan hancurnya hutan dengan melakukan illegal logging yang akhirnya menimbulkan jatuhnya korban. Sejak beberapa tahun yang lalu telah banyak di temukan kayu2 hasil illegal logging oleh aparat di beberapa daerah seperti 1. berikut beberapa data kasus ellegal logging : 2. Pekan Baru, Riau dalam operasi hutan lestari siak 2005 polda Riau telah 33 orang tersangka 22 orang telah di tahan 3. Satuan Kepolisian Resor Langkat, Sumatera Utara, menangkap enam pelaku illegal logging di Sei Seminyak, Kecamatan Besitang, Langkat, yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Polisi kini tengah memburu otak penebangan yang sudah diketahui identitasnya. "Keenam tersangka Bahtera Ginting, Sigit Syahputra, Parno Wong, Sakir, Suparno, dan Sungai Barus warga Binjai dan Tualang Seribu. "Mereka kini tengah ditahan di Markas Polres Langkat di Stabat tertangkap di lapangan saat memotong kayu. Tetapi dari hasil pemeriksaan, mereka hanya pelaku lapangan saja. Pemilik alat dan otak penebangan itu masih di selidiki. Selain keenam tersangka, Polres langkat juga menyita barang bukti berbagai kayu olahan berukuran 2 x 3 cm dan ukuran 4 x 4 cm yang beratnya mencapai puluhan ton. Direktur PT. Torganda DL Sitorus di duga merusk 30 Hektar hutan di Sumatera Utara dengan merambah dan mengubah hutan produksi menjadi perkebunan sawit. Dalam kasus ini DL Sitorus ditahan 20 hari. Oleh kejagung, tidak jelas kasusnya sampai saat ini. Kompas 15 Des 04 4. Polda Kaltim Nana Soekarna, menahan 9 truk yang terkena razia di Wajok, Siantan, Pontianak, Ke-9 truk yakni enam truk bermuatan kayu olahan berukuran sekitar empat hingga lima meter kubik per truk atau keseluruhannya lebih dari 24 meter kubik. kayu-kayu itu diduga dari Kabupaten Sekadau Kaltim. 5. Sumatera Barat, kassus illegal logging di mentawai ditemukanya barang bukti 1.310 batang kayu yang merupakan milik PT ATN, polisi telah menahan direkturnya Tedy Antoni dan 2 orang pejabat yang mengeluarkan SKSHH kayu tersebut.sedangkan ketua KUD Muna Awera dan ketua KUD Simoramonga buron dan sampai saat ini kasusnya tidak jelas. 11 Oktober KM Belawan di tangkap di Sumbar dalam perjalanan ke Jakarta. Kapal Motor membawa 63 kontainer kayu olahan tanpa dokumen yang lengkap. Dalam kasus ini polda metro telah memangil tiga saksi, ketiganya adalah pengirim kayu yang ada di Padang dan, pengusaha penerima di tangerang, dan pejabat yang mengeluarkan SKSHH Detik com Ketidak seriusan pemerintah, instansi terkait, atau pejabat berwenang untuk bertindak tegas terhadap pembalak liar/illegal logging yang terang-terangan merugikan berbagai pihak dapat diasumsikan sebagai berikut. Kedua, meski dengan data-data memadai, aparat penindak tidak berdaya menegakkan law enforcement karena ada tangan tersembunyi di belakang praktik pembalakan itu dan juga banyaknya aparat yang dapat di beli. Kecurigaan dan tuduhan bahwa aparat keamanan ikut "bermain" dalam melindungi para cukong bukan rahasia lagi karena sejumlah bukti di beberapa daerah menjustifikasi asumsi publik ini. semakin menguatnya konspirasi pencurian kayu yang beraras nasional dan lintas negara mengakibatkan aparat keamanan menghadapi kesulitan dan hambatan untuk memberantas praktik pembalakan liar. Kasus penebangan hutan secara liar sejak beberapa tahun lalu sampai saat ini terus saja bergulir dan hanya beberapa saja pelaku yang dapat di sidangkan sementara otak pelaku masih saja terus melakukan kejahatan yang sama. Di tengah bencana banjir, longsor dan swunami ternyata bencana kekeringan yang sedang berlangsung juga telah mengkwatirkan dan menimbulkan penderitaan. Di beberapa daerah para petani sudah kehilangan mata pencarian karena sawah2 dan juga tanam-tanaman mengering. Yang pasti gagal panen pada gagal panen petani akan berimbas pada kehidupan sehari2 petani dan juga jutaan rakyat Indonesia, gagal panen pada petani padi akan berdampak pada akan di berlakukannya beras Impor oleh pemerintah juga pasti naiknya harga beras yang akan disusul oleh kenaikan harga2 bahan pokok lainnya. Sesungguhnya kekeringan, banjir, dan tanah longsor merupakan potret dari buruknya pengelolaan daerah aliran sungai (DAS.) Fenomena bencana yang terjadi itu hanyalah tanggapan alami dari adanya perubahan-perubahan keseimbangan sistem alam dalam skala DAS. Ketika komponen penyusun DAS mengalami perubahan, keseimbangan alamiahnya akan timpang, sehingga timbul fenomena-fenomena alam yang sering kali merugikan manusia . selain karena buruknya pengolaan DAS terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan dll juga karena ulah para kapitalisme para pengusaha multinasional yang hanya ingin meraup untung sebesar2nya tanpa mempedulikan dampaknya pada kehidupan masyarakat di Indonesia salah satu contohnya adalah kasus meluapnya Lumpur panas di pengeboran minyak PT.Lapindo Brantas |
Dampak Lumpur Panas PT Lapindo Brantas
Seri Situasi HAM dari DPKP IKOHI - Juni 2006 oleh: Ari Yurino Semburan Lumpur Panas dan Gas bumi di Kabupaten Sidoarjo bermula pada tanggal 29 Mei 2006. Bocoran gas alam tersebut menimbulkan semburan gas dari sebuah pengeboran gas , PT Lapindo Brantas, di kawasan kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lapindo Brantas merupakan salah satu perusahaan Bakrie Group, yang mengelola gas alam untuk kebutuhan bahan bakar pabrik. Bocoran itu menimbulkan semburan gas berwarna putih yang mencapai ketinggian 40 meter dan menimbulkan bau menyengat. Bocoran yang keluar dari tanah ini terjadi di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo hanya sekitar 50 meter dari pagar kawasan yang dikelola Lapindo. Diperkirakan bocoran gas berasal dari pengeboran yang dilakukan di Sumur Banjar Panji I, yang merupakan salah satu sumur di kawasan seluas dua hektar milik perusahaan tersebut. Menurut Budi Susanto, Manager Humas dan Kemanan PT Lapindo Brantas, semburan gas bumi ini bukan berasal dari pipa pengeboran, tetapi dari retakan lapisan tanah (KCM, 29/6/06). Menurut mereka semburan Lumpur panas merupakan kejadian yang sering terjadi di lokasi eksplorasi sebagai akibat ikutan dari terjadinya gempa bumi. Hal ini menunjukkan bahwa pihak PT Lapindo Brantas berusaha mengatakan bahwa semburan lumpur panas yang terjadi diakibatkan karena dampak gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terjadi 2 hari sebelum semburan lumpur panas itu keluar. Namun hal tersebut masih harus dibuktikan oleh kajian ilmiah. Hal ini pun dipertegas oleh pemerintah, melalui Menteri Negara Lingkungan Hidup, yang mengatakan PT Lapindo Brantas harus bisa membuktikan secara ilmiah tentang penyebab semburan Lumpur panas tersebut (detikcom, 12/06/06). Bila klaim PT Lapindo Brantas tidak terbukti, maka bisa saja izin analisa dampak lingkungan (Amdal) akan dicabut dan BP Migas akan merekomendasikan untuk tidak memperpanjang kegiatan PT Lapindo Brantas. Namun penyebab semburan gas yang menimbulkan luapan Lumpur panas tersebut, sedikit demi sedikit mulai terungkap. Salah satu dugaan yang muncul adalah kelalaian PT Lapindo Brantas untuk memasang casing (selubung) untuk mengantisipasi potensi kebocoran. Hal ini dapat terungkap karena bocornya surat dari PT Medco Energy ke PT Lapindo Brantas. Medco pada tanggal 5 Juni 2006 mengirimkan surat kepada Presiden Direktur PT Lapindo Brantas Imam P Agustino Dalam surat yang ditandatangani oleh Budi Basuki selaku Perwakilan Komite Operasi PT Medco E&P Brantas, berdasarkan kajian kajian teknis yang dilakukan oleh PT Medco E&P Brantas terhadap insiden banjar Panji-1, Medco menyatakan Lapindo sebagai operator telah melakukan kelalaian sebagaimana tertera dalam pasal 1.28 perjanjian Operasi Bersama Brantas (detikcom, 19/6/06). Blok Brantas merupakan wilayah kerja migas yang sahamnya dimiliki bersama oleh Lapindo Brantas (50 persen), MedcoEnergi Oil&Gas (32 persen), dan Santos (18 persen). Lapindo menjadi operator blok tersebut. Lapindo Brantas merupakan anak usaha Energi Mega Persada. Dalam komunikasi internal antara Medco E&P Brantas dan pihak Lapindo terungkap bahwa dalam technical meeting tanggal 18 Mei 2006 pihak Medco telah mengingatkan Lapindo sebagai operator untuk memasang selubung pipa baja (casing) 9>sup<>jmp -1004m<5/8>res<>res<> Namun dari hasil pengamatan yang dilakukan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), perusahaan tersebut dituding menutup-nutupi data-data kegiatannya. Andi S Wijaya, Manager Kampanye Advokasi Energi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), mengeluhkan sangat sulit mengetahui penyebab terjadinya semburan lumpur, karena PT Lapindo Brantas selalu tertutup memberikan data-data kegiatannya. Publik tidak tahu apakah kegiatan PT Lapindo Brantas sesuai prosedur atau tidak, karena tidak pernah diperlihatkan dokumennya (detikcom, 19/06/06). Yang patut dipertanyakan juga adalah, bagaimana PT Lapindo Brantas bisa mendapatkan ijin dari pemerintah. Karena menurut pengamat Perminyakan Ali Ashar Akbar, PT Lapindo Brantas melanggar UU Perminyakan. UU Perminyakan pasal 1 poin 8 menyatakan, eksplorasi adalah bukan pengeboran. Namun bila melihat fakta yang terjadi di Desa Siring, Sidoarjo, Jawa Timur, apa yang dilakukan Lapindo Brantas merupakan eksploitasi. Karena Lapindo Brantas telah melakukan pengeboran di kedalaman 2.800 meter, bukan 50 meter sesuai pengertian pengeboran pasal 1 poin 8 UU Perminyakan (detikcom, 19/06/06). Lalu bagaimana dengan pernyataan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar, yang mengatakan bila klaim PT Lapindo Brantas tentang penyebab semburan Lumpur panas tidak terbukti secara ilmiah. Seharusnya izin Amdal PT Lapindo Brantas sudah dapat dicabut dan kegiatannya sudah dapat dihentikan. Namun hal tersebut tidak terealisasi. Sampai saat ini PT Lapindo Brantas masih beroperasi. Tetapi hal tersebut juga tidak terlepas dari bentuk pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab, sesuai dengan pasal 4 dan 5 UU Perminyakan disebutkan, usaha perminyakan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai Negara. Harusnya apa yang dilakukan Lapindo Brantas sesuai dengan order pemerintah (detikcom, 19/06/06). Pertanyaannya, bagaimana pemantauan peemrintah, baik Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BP Migas. Berdasarkan hal tersebut, apa yang terjadi di Sidoarjo merupakan kelalaian dan kecerobohan. Lapindo Brantas seharusnya bertanggung jawab atas kerugian yang muncul akibat peristiwa luapan Lumpur panas. Dan izin Amdal serta kegiatannya sudah dihentikan karena kerugian yang diderita oleh rakyat. Dampak dari semburan Lumpur Panas dan Gas Bumi ini sangat besar dan luas. Luapan Lumpur Panas ini melumpuhkan aktifitas perekonomian di sebagian Jawa Timur. Hal ini dikarenakan jalan tol Gempol-Surabaya terendam oleh Lumpur panas. Akibatnya, lalu lintas truk dan kontainer pembawa barang produksi pun terganggu. Jalan tol itu merupakan urat nadi perekonomian di sebagian wilayah Jawa Timur untuk jalur ke Kabupaten Malang dan Pasuruan. Di kawasan Malang, Pasuruan, dan Sidoarjo terdapat banyak perusahaan berorientasi ekspor. Mereka menggunakan jalan tol untuk mengirim hasil produksinya ke Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya. Akibatnya adalah jalur transportasi yang dapat mempercepat jalur distribusi produksi menjadi terhambat. Menurut Isdarwaman Asrikan, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Jawa Timur, pengusaha harus mengeluarkan biaya tambahan 1 juta per konteiner. Biaya bertambah karena waktu tempuh ke pelabuhan bertambah lama. Akibatnya, ongkos angkut dan biaya tunggu kapal bertambah. Jumlah truk kontainer yang melintas jalan tol sekitar 1.000 truk per hari (Kompas, 19/06/06). Otomatis hal ini akan menghambat sektor industri untuk dapat bergeliat dan membangkitkan perekonomian wilayah Jawa Timur. Dan kemungkinan yang terbesar adalah para pengusaha tersebut berusaha meminimalsir biaya produksi yang diderita dengan memperkecil upah atau bahkan melakukan PHK terhadap sebagian pekerjanya. Tentu saja bila hal tersebut terjadi, akan meningkatkan jumlah pengangguran dan memunculkan gejolak sosial baru serta semakin memperdalam jurang sosial di wilayah Jawa Timur. Semburan Lumpur panas tersebut bukan saja merugikan pihak pengusaha, namun juga petani dan buruh. Tanaman padi juga menjadi korban karena dipastikan puso (gagal panen). Sawah yang terendam lumpur akan sangat sulit bisa ditanami lagi karena tingginya kadar kandungan bahan berbahaya dalam lumpur. Berdasar data Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sidoarjo per Jumat (23/6), total area sawah dengan tanaman padi yang terendam mencapai 55 hektar. Lahan dengan tanaman tebu dan palawija masing-masing luasnya 14,6 hektar dan 5 hektar. Sementara area sawah yang terancam lumpur panas diperkirakan 170 hektar. Daerah itu ada dalam radius sekitar 200 meter dari jalur lumpur terluar. Menurut Kepala Seksi Produksi Palawija dan Hortikultura Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sidoarjo, Heksa Widagdo, biaya menanam padi dari penyemaian hingga panen mencapai Rp 10 juta per ha. Jadi, total kerugian petani lebih dari Rp 700 juta (Kompas, 19/06/06). Dengan kejadian ini, akan semakin menjerumuskan para petani di wilayah Jawa Timur ke dalam jurang kemiskinan. Dengan kerugian yang diderita oleh para petani dan semakin melmbungnya harga pupuk akan semakin membuat nasib petani di Jawa Timur semakin tidak jelas. Selain menggenangi rumah dan sawah penduduk seluas kira-kira 90 hektar, tambak bandeng juga terkena dampak, 10 pabrik yang lokasinya cukup jauh dengan titik semburan gas dan lumpur, juga harus menanggung akibatnya. Pabrik-pabrik tersebut tutup karena tergenang lumpur panas. Mesin-mesin diungsikan, sedangkan sekitar 970 karyawannya terpaksa diliburkan (Kompas, 19/06/06). Entah kapan parik tersebut bisa beroperasi kembali. Akibatnya para pekerja pabrik-pabrik tersebut tidak mendapatkan penhasilan, karena pabrik mereka tutup. Hal ini berdampak pada pendapatan para pekerja itu sehari-hari. Hal ini sangat jelas akan mengakibatkan terjadinya pengangguran di sebagian wilayah Jawa Timur. Bahkan kejadin tersebut akan berdampak pada angka kemiskinan yang semakin meningkat. Bahkan sedikitnya 40 usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM di Sidoarjo, Jawa Timur, hancur akibat terbenam lumpur panas. Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo mencatat, UMKM yang hancur di Desa Renokenongo sebanyak 25 unit usaha, Desa Jatirejo 7 unit, Desa Kedung Bendo 7 unit, dan Desa Siring 1 unit (Kompas, 28/06/06). Modal yang dibangun oleh rakyat kecil untuk merintis usaha ekonomi, semakin porak poranda ketika semburan Lumpur panas melanda wilayah Sidoarjo. Sungai-sungai yang mengalir di sekitar kawasan PT Lapindo Brantas pun ikut tercemar. Akibat Sungai Sanggangewu tercemar lumpur panas, sejumlah udang windu di tambak di Desa Plumbon, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, mati tanpa sempat dipanen (Kompas, 26/06/06). Sejumlah petambak pun memanen udangnya lebih awal. Konsekuensinya adalah harga jual udang menjadi tidak maksimal karena ukuran udang belum optimal. Lebih kurang 6.800 jiwa dari 1.677 kepala keluarga terpaksa harus mengungsi dan 1.736 buruh tidak dapat bekerja karena pabriknya berhenti beroperasi (KCM, 4/06/06). Hal ini jelas mengakibatkan hak rakyat untuk mendapatkan penghidupan yang layak telah terampas. Seluruh factor ekonomi yang dapat menunjang kehidupan rakyat sehari-hari menjadi lumpuh. Rakyat tidak mendapatkan lagi jaminan untuk dapat menafkahi keluarganya, atau bahkan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Tetapi kerugian yang diderita oleh rakyat yang tertimpa masibah tersebt tidak juga berhenti. Hal ini ditambah dengan aksi pencurian yang terjadi ketika rumah pengungsi ditinggalkan. Rumah warga korban banjir lumpur yang ditinggal mengungsi di Pasar Baru, Porong, Sidoarjo dimasuki pencuri (detikcom, 14/07/06). Seharusnya pihak keamanan bertanggung jawab bekerjasama dengan keamanan PT Lapindo Brantas. Karena ini bagian dari tanggung jawab PT Lapindo Brantas, ketika warga diharuskan mengungsi akibat kelalaian pengeboran. Pada kenyataannya, material lumpur panas yang meluap sampai daerah pemukiman warga juga sangat berbahaya. Hal ini akan berdampak kesehatan para korban banjir Lumpur yang tertimpa musibah. Lily Pudjiastuti, anggota tim ahli ITS yang membidangi penanganan lingkungan menyatakan bahwa lumpur panas di Sidoarjo bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan iritasi kulit. Dia menjelaskan lumpur tersebut juga mengandung bahan karsinogenik yang, bila menumpuk di tubuh, bisa menyebabkan penyakit serius seperti kanker. Selain itu, jika masuk ke tubuh anak secara berlebihan, bisa mengurangi kecerdasan. Lily mengatakan, berdasarkan analisis sampel air di tiga lokasi berbeda, dari 10 kandungan fisika dan kimia yang dijadikan parameter, 9 di antaranya telah jauh melampaui baku mutu limbah cair sesuai dengan surat keputusan Gubernur Jawa Tengah. Kandungan logam berat (Hg), misalnya, mencapai 2,565 mg/liter Hg. Padahal baku mutunya hanya 0,002 mg/liter Hg (Koran Tempo, 16/06/06). Selain panas, dari uji laboratorium terdapat kandungan bahan beracun dan berbahaya (B3) yang melebihi ambang batas. Dalam sampel lumpur yang diambil 5 Juni dan dianalisis oleh laboratorium uji kualitas air Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jawa Timur terdapat fenol. Guru Besar Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Prof Mukono menjelaskan, fenol berbahaya untuk kesehatan. Kontak langsung di kulit dapat membuat kulit seperti terbakar dan gatal-gatal. Efek sistemik atau efek kronis bisa disebabkan fenol masuk ke tubuh melalui makanan. Efek sistemik fenol, kata Mukono, bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal (Kompas, 19/06/06). Akibat dari bahan-bahan berbahaya yang dikandung oleh lumpur panas tersebut, warga sekitar yang menjadi korban banjir Lumpur panas menderita berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan bau yang ditimbulkan oleh semburan lumpur tersebut sangat menyengat. Belasan posko yang didirikan untuk menangani masyarakat korban luapan lumpur panas PT Lapindo Brantas, hingga kini sudah mencapai 11.000 pasien dengan berbagai keluhan penyakit. Dari jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan kesehatan, sekitar 195 orang di antaranya pernah menjalani rawat inap. Keluhan pasien diantaranya sesak napas, diare, mual-mual dan penyakit lainnya. Hingga kini, pasien yang masih menjalani rawat inap tinggal 21 orang, yakni di RS Bhayangkara dan RSUD Sidoarjo masing-masing 10 orang dan satu orang di Puskesmas Porong (KCM, 4/07/06). Artinya memang material berbahaya yang dikandung oleh luapan lumpur panas ini tidak boleh meluas terlalu jauh. Lumpur panas tersebut harus diisolasi. Ini juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan PT Lapindo Brantas untuk memikirkan hal tersebut. Dikhawatirkan apabila hujan turun, kemungkinan besar material tersebut akan dapat bergerak lebih jauh. Bahkan yang akan menjadi bencana adalah apabila material berbahaya ini sampai ke laut. Bencana ekosistem yang dihadapi akan sangat serius. Pihak PT Lapindo Brantas, yang merupakan salah satu perusahaan milik Bakrie Group, telah mencoba dengan menggunakan snubbing unit untuk dapat menghentikan semburan lumpur panas. Snubbing Unit digunakan selain untuk mencegah, juga untuk menghentikan semburan lumpur panas. Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, menjelaskan bahwa upaya pemasangan snubbing unit mendapatkan kendala karena masalah teknis di lapangan (detikcom, 8/07/06). Hal ini berarti belum ada usaha yang maksimal untuk dapat menghentikan semburan lumpur panas tersebut. Sebagai bentuk tanggung jawabnya, pihak PT Lapindo Brantas pun telah menyerahkan dana kepada pemerintah kabupaten Sidoarjo. Pemerintah kabupaten Sidoarjo telah mencairkan uang jatah hidup (jadup) kepada masyarakat sebesar Rp 2,128 miliar. Hingga saat ini mereka mengalokasikan Rp 11,9 miliar. Jatah itu diterima 1.810 KK (7.094 jiwa). Santunan tersebut bernilai Rp 300 ribu/jiwa/bulan bagi korban bencana luapan lumpur. Sedangkan santunan untuk pekerja pabrik yang terkena banjir lumpur dari 15 perusahaan dengan total 1.736 pekerja. Masing-masing pekerja memperoleh pengganti upah Rp 700 ribu/orang/bulan. Dari jumlah itu, telah terbayar, Rp 1,138 miliar dengan jumlah pekerja 1.627 orang (detikcom, 9/07/06). Namun seperti yang kita ketahui, dana santunan yang harusnya diberikan kepada warga yang tertimpa bencana, belum semuanya dapat tercairkan. Korban luapan lumpur panas asal desa Jatirejo, Porong yang saat ini masih tinggal di tempat pengungsian di pasar baru Porong, masih belum mendapatkan bantuan. Jatirejo merupakan desa yang paling parah terkena bencana lumpur panas (detikcom, 4/07/06). Wakil Bupati Sidoarjo, Syaifullah, mengatakan hal tersebut dikarenakan belum terdata semuanya warga yang tertimpa bencana (detikcom, 4/07/06). Mereka beralasan data-data warga yang tertimpa bencana belum semuanya masuk. Bila hal ini selalu menjadi halangan, maka para korban bencana lumpur panas, yang saat ini masih mengungsi, tentu saja akan terlantar. Sementara dana santunan tersebut seharusnya dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari para pengungsi, karena mereka sudah tidak dapat lagi mendapatkan penghasilan. Walaupun bantuan santunan diberikan oleh PT Lapindo Brantas, bukan berarti pihak PT lapindo Brantas dapat terlepas dari masalah hukum. Seharusnya penanganan hukum tetap dilakukan oleh pemerintah. Jelas bahwa PT Lapindo Brantas telah melakukan kejahatan lingkungan dan merampas hak-hak rakyat untuk dapat memenuhi penghidupan yang layak. Tetapi karena bencana lumpur panas yang diakibatkan oleh kelalaian dan kecerobohan pihak Lapindo Brantas membuat sebagian besar rakyat di Jawa Timur menanggung kerugian. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai PT Lapindo Brantas telah melakukan kejahatan korporasi terhadap masyarakat dan lingkungan di Sidoarjo (KCM, 10/07/06). Dalam UU No 23/1997, telah diatur sanksi pidana (penjara dan denda) terhadap badan hukum yang melakukan pencemaran. Pada pasal 46 UU No 23/1997 dinyatakan badan hukum terbukti melakukan pidana, maka sanksinya selain dijatuhkan terhadap badan hukum, juga terhadap mereka yang memberi perintah atau yang menjadi pemimpin dalam perbuatan tersebut. Sampai saat ini polisi telah menetapkan beberapa tersangka atas kasus ini. Sebanyak enam orang yang sudah ditetapkan Polda Jatim sebagai tersangka pada 4 Juli 2006, yakni dua orang dari Lapindo Brantas Inc, yakni Willem Hunila dan Ir Edi Sutriono (keduanya manajer pengeboran) dan empat orang dari PT Medici Citra Nusa (kontraktor pengeboran), yakni Ir Rahenold (supervisor pengeboran), Slamet Rianto (manager proyek pengeboran), Subie (supervisor pengeboran), dan Slamet BK (supervisor pengeboran) (KCM, 15/07/06). Seharusnya pejabat yang seharusnya juga diperiksa adalah Reinner AR Latief, selaku Direktur Utama PT Lapindo Brantas, Nirwan Bakrie dan Aburizal Bakrie, selaku pemilik PT Lapindo Brantas, Purnomo Yusgiantoro, Menteri ESDM, dan Kardaya Warnika, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas). Hal ini dikarenakan pimpinan PT Lapindo Brantas dan pemerintah seharusnya juga turut mengawasi jalannya proses pengeboran yang dilakukan. Dan juga apakah pengeboran yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas sudah sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia. Pemerintah, melalui pihak kepolisian harus berani mengusut sampai tuntas kasus ini. Karena dampak yang diakibatkan dari kelalaian dan kecerobohan PT Lapindo Brantas sangat besar dan luas.
|
NAVIGATION
BUKU BARU!!!
>
Kebenaran Akan Terus Hidup
Jakarta : Yappika dan IKOHI
xx, 220 hlm : 15 x 22 cm
ISBN: Cetakan Pertama, Agustus 2007
Editor : Wilson
Desain dan Tata letak : Panel Barus
Diterbitkan Oleh :
Yappika dan IKOHI
Dicetak oleh :
Sentralisme Production
Foto : Koleksi Pribadi
Dipersilahkan mengutip isi buku dengan menyebutkan sumber.
Buku ini dijual dengan harga RP. 30,000,-. Untuk pembelian silahkan hubungi IKOHI via telp. (021) 315 7915 atau Email: kembalikan@yahoo.com
NEWEST POST
ARCHIVES
ABOUT
IKOHI was set up on September 17, 1998 by the parents and surfaced victims of disappearances. Since then, IKOHI was
assisted by KONTRAS, until October 2002 when finally IKOHI carried out it first congress to complete its organizational
structure. In the Congress, IKOHI decided its two priority of programs. They are (1) the empowerment of the social, economic,
social and cultural potential of the members as well as mental and physical, and (2) the campaign for solving of the cases
and preventing the cases from happening again. The solving of the cases means the reveal of the truth, the justice for the
perpetrators, the reparation and rehabilitation of the victims and the guarantee that such gross violation of human right
will never be repeated again in the future.
Address
Jl. Matraman Dalam II, No. 7, Jakarta 10320
Indonesia
Phone: 021-3100060 Fax: 021-3100060
Email: kembalikan@yahoo.com
NETWORK
COUNTERPARTS
Indonesian NGOs
State's Agencies
International Organizations
YOUR COMMENTS
|