IKOHI Daerah JABODETABEK Berdiri
KONFERDA IKOHI dan DISKUSI PUBLIK:
Peningkatan Kapasitas Organisasi Korban
“Pendidikan untuk Pengembangkan dan Penguatan Organisasi Korban Pelanggaran HAM dalam Merebut Keadilan dan Kebenaran
serta Melawan Impunitas”
Pada tanggal 12 Agustus 2006, Panitia Konfrensi Daerah IKOHI Jabodetabek (Orda IKOJI Jabodetabek) menyelenggarakan dua acara sebagai rangkaian dari Konferda IKOHI Jabodetabek yaitu; Diskusi publik bertema “Pendidikan untuk Pengembangkan dan Penguatan Organisasi Korban Pelanggaran HAM dalam Merebut Keadilan dan Kebenaran serta Melawan Impunitas”. Serta Konferda IKOHI Jabodetabek untuk memilih kepengurusan dan pembentukan struktur organisasi. Acara dilaksanakan selama satu hari dari pukul 09-00 – 18.00 WIB dengan bertempat di Gedung Joang, Jl Menteng 31, Jakarta Pusat.
Para peserta datang dari berbagai komunitas dan perwakilan korban pelanggaran Ham di Jabodetabek seperti; Keluarga dan korban Tanjung Priok; Keluarga dan korban tragedi Gestok 1965; Keluarga dan korban kerusuhan Mei 1998; Keluarga dan korban Semanggi I dan II; Keluarga almarhum Munir (mbak Suci dan anaknya Suukyi); Keluarga korban penculikan aktivis ; Tapol/Napol gerakan Demokrasi; Korban TPST Bojong; Korban pelanggaran Hak Ekosob seperti pengusuran dan buruh yang di PHK. Juga hadir para peninjau (observer) dari Kontras, Elsam, FPPI Jakarta, Walhi Jakarta , FMN Jakarta , AJI Jakarta, Komnas Ham, Yappika, ICMC, Peace Brigade International (PBI); Peneliti KKR dari Prancis; Yayasan Pulih, Yayasan Sekar, PRP Jabodetabek, Praxis, KASBI Jabodetabek, UNDP, Komnas Perempuan; Formappi; Blacbox Media Syndication; Voice of Human Rights (VHR); Total terdapat sekitar 60 peserta dan sekitar 25 peninjau.
Acara dibuka oleh sambutan dari ketua panitia Victor da Costa dilanjutkan oleh Mugiyanto, Ketua Umum IKOHI dan pembukaan konferda secara resmi oleh ibu Zoemrotin, Wakil Ketua Komnas Ham. Dalam pembukaan ibu Zoemrotin menyatakan pentingya organisasi seperti IKOHI yang selalu mendemo dan menuntut Komnas Ham agar menuntaskan berbagai kasus pelanggaran Ham yang terjadi. Namun menurut bu Zoem, Komnas Ham mempunyai keterbatasan dan berbagai kendala, seperti penafsiran UU yang berbeda, sikap lembaga lain seperti Kejaksaan Agung, Pengadilan atau Mabes TNI yang kurang mendukung pekerjaan Komnas Ham untuk penegakan Ham. Karena itu kadang-kadang Komnas Ham terjebak pada situasi yang sulit, disatu sisi para korban mempunyai harapan besar atas Komnas Ham, disisi lain peraturan perundangan dan lembaga negara yang lain justru tidak mendukung, malahan ada kesan menghambat. Proses seperti inilah yang kadang kurang dipahami oleh banyak orang.
Diskusi Publik
Setelah pembukaan lalu dilanjutkan dengan diskusi publik yang menghadirkan tiga orang narasumber yaitu; Ibu Ita F Nadia dari Komnas Perempuan; Ibu Zoemrotin Wakil Ketua Komnas Ham; dan Mugiyanto, Ketua Umum IKOHI. Acara dipandu oleh Agung Yudha dari ELSAM.
Mugiyanto menyatakan bahwa setelah reformasi terdapat kondisi obyektif yang menguntungkan bagi gerakan demokrasi dan korban pelanggaran Ham dimana kebebasan politik, bersuara dan berekspresi dan berorganisasi mendapatkan ruang lebih luas. Sehinga para korban dapat berkumpul, membuat organisasi/wadah, berdemonstrasi dan melakukan proses hukum ke pengadilan atau MA seperti yang dilakukan para korban tragedi 1965.
Dari gerakan sipil yangtumbuh dalam era reformasi, Mugi melihat terdapat dua kecenderungan utama yaitu;
Pertama, adalah munculnya gerakan masyarakat sipil yang konservatif dengan mengusung isu suku, agama, ras, berbagai politik identitas dan aksi-aksi teror/kekerasan organisasi milisi sipil/kepemudaan yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan (Ham) dan pluralisme. Dan ironisnya gerakan sipil konservatif ini jauh lebih teroganisir sehinga mampu mendominasi ruang demokrasi dan membangun opini, selain tentu saja dukungan dari elit politik dan organissi politik Orde Baru baik secara politik maupun logistik.
Kedua, gerakan masyarakat sipil yang menuntut penegakan Ham, demokrasi dan pluralisme diantara warga-bangsa Indonesia. Gerakan ini berjasa besar, bahkan menjadi korban utama dalam proses menuju era reformasi. Namun setelah reformasi tercipta kekuatan ini terserak dan muncul dalam berbagai organisasi, kegiatan dan aktivitas, baik yang bersifat politik praktis, LSM, maupun dalam berbagai gerakan sosial yang ada. Maraknya ornganisasi masyarakat sipil ini memang patut dihargai, sebagai buah reformasi, namun bila ‘kemarakan’ menghasilkan gerakan yang kecil-kecil dan berserakan, maka dampaknya adalah tidak mempunyai kekuatan tawar dan daya tekan yang kuat, baik atas negara/pemerintah, maupun ketika berhadapan dengan gerakan masyarakat sipil yang konservatif.
Dalam rangka mengatasi berbagai sekat-sekat tersebut, Orda IKOHI Jabodetabek diharapkan dapat menjadi semacam ‘jembatan’ untuk membuat suatu jaringan bagi gerakan korban di Jabodetabek untuk melakukan perjuangan secara programatik dan bersama-sama. Sehingga terjadi solidaritas dan saling mendukung diantara sesama korban serta dengan berbagai organisasi/lembaga dan individu yang memberikan dukungan dan komitmen pada penegakan Ham dan demokrasi.
Pembicara kedua, Ita F, Nadia dari Komnas Ham menyoroti pentingnya untuk memahami peta politik Ham ditingkat Global, nasional dan lokal. Sebab ketiganya saling kait-mengkait dalam upaya penegakan Ham di Indonesia. Dalam kasus tragedi 1965 dicontohkan olehnya, maka yang harus dituntut tanggung jawab bukan hanya negara Indonesia, tapi juga pemerintah Amerika Serikat yang mendukung dan terlibat didalamnya dengan aktif. Karena itu wajar bila proses penegakan Ham kasus 1965 juga akan berhadapan dengan politik konservatif Amerika serikat.
Dalam politik ‘Islam kanan’, demikian lebel yang diberikan oleh mbak Ita, mengacu pada gerakan politik Islam sekarang ini yang mencoba memajukan ideologi Syariat Islam, juga merupakan sebuah gerakan global, yang terkait dengan berbagai jaringan gerakan islam internasional yang hendak mendirikan negara Islam. Karena itu menurutnya, lahirnya Perda-Perda berbau Syariat Islam adalah semacam gerilya politik yang ujungnya adalah hendak mengubah konstitusi menjadi mirip Piagam Jakarta dan akhirnya membentuk negara berbasiskan syariat Islam.
Dalam strategi melakukan perlawanan, mbak Ita memajukan apa yang ia sebut sebagai ‘politik narasi’. Politik narasi ini dilakukan dengan cara melakukan sejarah lisan dimana para korban Ham--dalam kasus ini ia mengambil contoh korban 1965—dimana Komnas Ham berkerja sama dengan kelompok muda Nu Sariat di Yogya dan Elsam melakukan pengumpulan data dari para perempuan korban 1965 dengan program ‘Tutur Perempuan” dibeberapa kota. Narasi-narasi dari para korban ini dijadikan suatu ‘alat’ untuk melawan hegemoni atau politik negara yang sesat, tidak berdasarkan fakta dan sarat dengan muatan kepentingan politik kekuasaan yang jauh dari obyektif. Politik narasi ini lalu membangun sebuah wacana baru yang pro wacana korban.
Strategi lain yang ditawarkan olehnya adalah dengan cara memberikan pendidikan Ham ke sekolah-sekolah dengan membawa ‘narasi-narasi korban’ tersebut kedalam kelas, kepada generasi muda yang menjadi pewaris masa depan. Program ini berhasil memberikan penyadaran dan ‘pengetahuan alternatif’ di luar kurikulum resmi yang dibuat oleh negara. Sayangnya program ini hany baru dilakukan dibeberapa sekolah.
Sementara ibu Zoemrotin kembali mengingatkan tentang posisi Komnas Ham yang kurang mendapatkan dukungan dari perundangan yang ada (UU 26 dan UU 39), sehingga melahirkan insterprestasi dan celah-celah yang tetap dapat digunakan oleh para pelaku pelanggaran Ham untuk menolak memberikan kesaksian di Komnas Ham. Dalam kasus ini ia mengambil contoh pada institusi TNI yang tetap melindungi para jendral baik yang pensiunan atau aktif untuk memberikan kesaksian dalam kasus pelanggaran ham yang melibatkan personil TNI. Hambatan lain juga dari intitusi negara terkait seperti pengadilan dan Kejaksaan yang justru menjadi penghambat untuk pemeriksaan kearah pro justisia. Karena itu untuk mengatasi semua hambatan ini, Komnas Ham sedang mengajukan revisi UU 26 dan UU 39 guna mengatasi berbagai kendala prosedural dalam proses pemeriksaan/kesaksian kearah pro justisia. Untuk itu ia menganggap perlu agar Komnas Ham bersonsultasi dan mendapatkan dukungan dari LSM, intelektuil dan berbagai gerakan korban.
Sosialisasi Kongres IKOHI
Setelah diskusi publik dan paska makan siang, acara dilanjutkan dengan Konferda IKOHI Jabodetabek. Konferda ini dibagi dua sesi utama, yaitu sesi sosialisassi hasil Kongres IKOHI dna Sharing korban pelanggaran Ham di Jabodetabek serta sesi kedua yaitu pembentukan struktur organisasi Orda Jabodetabek dan pemilihan Ketua serta susunan pengurus. Sidang ini dipimpin oleh Ibeth.
Sosialisasi ini penting sebab struktur dan program yang nanti diputuskan oleh Konferda haruslah sejalan dan menyesuaikan dengan keputusan dalam Kongres Makasar. Karena itu selain tanya-jawab, tidak ada keputusan yang diambil menyangkut dokumen Kongres, yang akan berlaku hingga Kongres berikutnya di tahun 2009.
Sosialisasi hasil kongres dilakukan oleh Sinnal Blegur, Sekretaris Umum IKOHI dan Mugiyanto, Ketua Umum IKOHI. Seperti diketahui, Kongres ke II IKOHI telah dilakukan di Makasar pada tanggal 8-10 Maret 2006. Kongres ini dihadiri oleh para korban dan organisasi korban dari 14 wilayah. Rekomendasi dari Kongres yang berkait dengan konsolidasi di daerah adalah sb; Pertama, mensosialiasikan hasil-hasil kongres di organisasi daerah, baik yang sudah memiliki struktur maupun yang masih berbentuk koordinator wilayah; Kedua, membuat Rencana Kerja Daerah dan Rencana Kerja Nasional sebagai implementasi keputusan-keputusan Kongres II IKOHI menyangkut organisasi, program strategis dan resolusi. Ketiga, mulai mengkoordinasikan kepengurusan Badan Pekerja di pusat dan daerah-daerah serta melakukan konsultasi dengan Presidium bila diperlukan. Keempat, mulai merespon isu-isu strategis yang disepakati saat Kongres, yang meliputi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan Pengoptimalan Pengadilan HAM, pemberdayaan korban dan pembangunan solidaritas korban.
Sharing Koban Ham Jabodetabek
Dalam sesi ini setiap perwakilan korban memberikan gambaran tentang kasus mereka secara ringkas, proses hukum yang terjadi dan kondisi para korban sekarang ini. Sesi ini dipimpin oleh Saiful Haq, seorang aktivis IKOHI yang sekarang sedang mengambil S2 di ITB, Bandung
Perwakilan korban 1965, pak Sjamsu menggambarkan tentang perjuangan legal, melalui mekanisme hukum yang mereka perjuangkan melalui pengadilan, MA dan Komisi Konstitusi agar negara mengembalikan hak-hak para korban 1965. Namun dinyatakan juga bahwa korban 65 tidak terilusi akan dimenangkan secara hukum melihat peta kekuatan politik dominan di dalam negara yang konservatif, namun menjadikan ajang perjuangan elgal sebagai sarana kampanye kepda publik dan internasional tentang perjuangan para korban 65 untuk menuntut keadilan. Kedepan nanti perjuangan secara hukum akan terus dilanjutkan.
Korban Tanjung Priok menyatakan apakah setelah para tersangka militer lolos dari Pengadilan Ham Tanjung Priok tetap dapat di proses secara hukum. Para korban keceewa dengan hasil pengadilan ham yang membebaskan semua tersangka.
Ibu Arif, ibunda korban Semanggi I menyatakan kecewa dengan proses hukum yang terjadi atas pengusutan tragedi Semanggi I dimana anaknya menjadi salah satu korban. Awalnya dia mencari dukungan politik di DPR agar proses pengusutan dapat dijalankan. Namun yang terjadi, pansus di DPR justru menjadi alat politik untuk menghentikan pengusutan dengan mengeluarkan rekomendasi tidak terjadi pelanggran Ham berat dalam kasus Semanggi I dan II. Akibatnya pengusutan atas korban Semanggi I dan II dihentikan. Ia menasehati korban Ham lainnya, terutama kasus Mei 1998, agar menolak DPR bila membentuk komisi, pansus, apapun namanya, yang hendak mengangkat isu pelanggaran Ham, sebab hasilnya akan sama dengan kasus semanggi I dan II.
Suciwati, istri almarhum Munir menjelaskan bahwa proses hukum seperti berlari diempat sebab ada konspirasi politik dibelakanya yang menghalangi. Menurutnya institusi dan pelakunya sudah cukup jelas, tapi ia heran kenapa pihak kepolisian tidak sanggup melanjutkan proses penyidikan. Suciwati mengatakan bahwa ia terus menelpon perwira polisi yang memimpin penyidikan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan penyidikan. Dalam acara memperingti wafatnya Munir, 7 September nanti, Suciwati mengharapkan agar dukungan untuk kasus Munir dapat terus dijaga hingga kasusnya tuntas.
Ibu Nur mewakili korban penculikan aktivis mengatakan, selama 8 tahun berbagai lembaga tinggi negara, berbagai demonstrasi dan pertemuan gerakan korban sudah ia ikuti namun hasilnya belum ada kemajuan berarti. Meskipun begitu ia akan terus berjuang untuk menemukan anaknya, entah sampai kapan. Kebetulan pada hari Konferda ibu Nur juga berulangtahun ke 50, maka para peserta menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan memberikan salam padanya.
Korban penggusuran, pak Budi dari organisasi Pawang menyampaikan tentang hak-hak ekosob rakyat miskin kota yang tidak dipenuhi oleh pemerintah, bahkan digusur dan dianiyaya. Menurutnya sudah saatnya korban hak ekosob juga dilibatkan dlam gerakan korban, bukan hanya korban hak sipol seperti yang berkembang selama ini. Korban PHK dari sebuah pabrik korea mewakili KASBI juga menceritakan bagaimana haknya sebagai buruh dihancurkan oleh pengusaha dengan cara di PHK. Setelah di PHK ia bergabung dengan serikat buruh guna memperjuangakn hak-hak kelas buruh. Sekarang ini ia terlibat dalam perjuangan menentang revisi UU Naker 13 yang anti buruh
Pembentukan Struktur, Pemilihan Pengurus IKOHI Jabodetabek
dan Perwakilan Presidum Nasional
Sesi ini adalah sesi puncak dan paling penting dalam konferda sehari penuh, sebab akan memilih pimpinan gerakan korban yang akan memimpin Orda Ikohi Jabodetabek selama periode 2006-2009. Sidang dipimpin oleh Saiful Haq. Persidangan diawali dengan pembacaan Tata Cara Persidangan Konferda. Dalam tata cara itu disepakati bahwa tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan struktur organisasi Orda IKOHI Jabodetabek.
Struktur yang dipilih adalah mengikuti struktur Badan Pekerja IKOHI nasional, hanya saja jumlah departemenya ditentukan sesuai kebutuhan. Dalam struktur disepakati untuk membentuk Presidium Daerah, semacam lembaga legslatif yang mewakili komunitas/organisasi/anggota gerakan korban yang ada diwilayah Jabodetabek. Presda berfungsi untuk pemantauan dan konsultatif bagi kepengurusan daerah yang terbentuk. ( lihat gambar struktur dilampiran)
Setelah pembentukan struktur lalu dilanjutkan dengan pemilihan calon ketua Orda IKOHI Jabodetabek. Seteleh disaring muncul tiga calon ketua, semuanya wanita, yang mencalonkan dirinya sebagai Ketua yaitu, ibu Darwin dari korban Mei, Ibu Ruminah dari korban Mei dan MbakYety, keluarga korban Tanjung Priok. Karena terdapat tiga calon, maka diadakan voting terbuka dengan cara menunjuk tangan untuk ketiga calon ketua. Hasil voting memutuskan bahwa Mbak Yetty, keluarga korbanTanjung Priok mendapatkan 33 suara dari 55 suara peserta yang punya hak pilih. Dengan begitu maka MbakYety secara resmi diputuskan melalui surat Ketetapan Konferda sebagai Ketua Orda IKOHI Jabodetabek untuk periode 2006-2009.
Selanjutnya Ketua Orda IKOHI Jabodetabek dalam waktu sesegera mungkin, dengan berkonsultasi dengan Badan Pekerja Nasional IKOHI dan wakil Presidium Nasional dari Jabodetabek akan melakukan pertemuan untuk melengkapi staf-staf dalam struktur yang sudah diputuskan. Sementara untuk anggota Presidium Daerah (Presda) Orda Jabodetabek akan diputuskan dalam waktu sebulan melalui mekanisme sosialiasi komunitas korban yang menghadiri Konferda.
Setelah itu dilakukan pemilihan wakil dari Orda IKOHI Jabodetabek yang akan duduk di Presidium Nasional IKOHI. Pimpinan sidang menjelaskan bahwa Wilson adalah wakil di Pesidium Nasional yang mewakili Jabodetabek dalam Kongres Makasar. Lalu ditanyakan apakah akan dipilih yang baru ataukah secara akalamasi memilih Wilson untuk tetap menjadi anggota Presidium, Akhirnya secara aklamasi perserta memilih Wilson untuk tetap menjadi perwakilan.
Dengan demikian semua proses acara Konferda berakhir sudah. Setelah pimpinan sidang membacakan Ketetapan-Ketetapan Konferda, Mbak Yetty, sebagai Ketua Orda IKOHI Jabodetabek terpilih memberikan sambutan ringkas dan dengan resmi menutup Konferda.
Ungkapan Terimakasih
Bersama ini juga diungkapkan rasa terimakasih yang dalam kepada berbagai organisasi/lembaga dan individu yang memberikan kontribusi dalam acara ini, baik secara logistik, gagasan maupun dalam kepanitiaan. Terimakasih kami ucapkan kepada Kontras, Yappika, Elsam, YSIK, Imparsial, Praxis dan IKOHI nasional yang telah memberikan sumbangan logistik dan fasilitas untuk terselengaranya acara Konferda IKOHI Jabodetabek. Terimakasih kepada bui Zoemrotin dari Komnas Ham, ibu Ita F nadia dari Komnas Perempuan, Agung Yudha dari Elsam dan Mugiyanto dari IKOHI yang meluangkan waktu untuk menjadi narasumber dan memberikan berbagai gagasan konstruktif untuk pembangunan gerakan korban.
Terimakasih sangat dalam dan rasa cinta kami kepada seluruh korban dan keluarga korban dari berbagai wilayah Jabodetbek yang telah meluangkan waktunya untuk sehari penuh menjalani Konferda di Gedung Joang. Beberapa diantara mereka bahkan sudah sangat sepuh seperti bu Lestari dan bu Kartinah, namun dengan bersemangat mengikuti seluruh proses diskusi. Kepada para korban ini terimakasih dan cinta kami paling dalam dipersembahkan. Para sepuh ini jgua memberikan isnpirsi moral kepada peserta untuk terus berjuang selama atau hingga setua apapun untuk menuntut keadilan.
Terimakasih amat sangat untuk para voluntir panitia penyelenggara (OC) yang mau bekerja diluar pekerjaan di kantor atau lembaganya masing-masing, tanpa digaji dan diberi fasilitas, tapi selama 24 jam sehari siap untuk melakukan koordinasi dan melalui rapat-rapat panitia di sekretariat IKOHI. Terimakasih sangat dalam kami nyatakan kepada Ibeth, Hiqmah, Aan, Mira, Saiful, Nanung, Ari, Agnes, Pheo, Eli, Simon, Marulloh, Gentur, Panel, mbak Suciwati, Ariani, Fendry dan Adrian. Maaf, bila hanya kaos dan ungkapan terimakasih yang dapat kami sampaikan.
Terimakasih juga kepada para peninjau yang telah datang memenuhi undangan dan memberikan saran, pendapat dan gagasan untuk memperkuat organisasi di IKOHI Jabodetabek. Juga terimakasih kepada pengelola Gedung Joang yang menyediakan fasilitas untuk Konferda. Terimaksih juga kepada semua orang dan lembaga yang mungkin tidak dapat kami sebutkan satu-persatu namun telah berkontribusi dalam Konferda.
Maafkan panitia penyelengara, bila ada kekurangan disana-sini selama Konferda berlaku. Sebab ‘panitia juga manusia’, jadi kadang khilaf, lupa dan mempunya keterbatasan..
Bravo IKOHI Jabodetabek .
Jakarta, 14 Agustus 2006-08-14
Victor da Costa
Ketua Panitia
Wilson
Sekretaris
Peningkatan Kapasitas Organisasi Korban
“Pendidikan untuk Pengembangkan dan Penguatan Organisasi Korban Pelanggaran HAM dalam Merebut Keadilan dan Kebenaran
serta Melawan Impunitas”
Pada tanggal 12 Agustus 2006, Panitia Konfrensi Daerah IKOHI Jabodetabek (Orda IKOJI Jabodetabek) menyelenggarakan dua acara sebagai rangkaian dari Konferda IKOHI Jabodetabek yaitu; Diskusi publik bertema “Pendidikan untuk Pengembangkan dan Penguatan Organisasi Korban Pelanggaran HAM dalam Merebut Keadilan dan Kebenaran serta Melawan Impunitas”. Serta Konferda IKOHI Jabodetabek untuk memilih kepengurusan dan pembentukan struktur organisasi. Acara dilaksanakan selama satu hari dari pukul 09-00 – 18.00 WIB dengan bertempat di Gedung Joang, Jl Menteng 31, Jakarta Pusat.
Para peserta datang dari berbagai komunitas dan perwakilan korban pelanggaran Ham di Jabodetabek seperti; Keluarga dan korban Tanjung Priok; Keluarga dan korban tragedi Gestok 1965; Keluarga dan korban kerusuhan Mei 1998; Keluarga dan korban Semanggi I dan II; Keluarga almarhum Munir (mbak Suci dan anaknya Suukyi); Keluarga korban penculikan aktivis ; Tapol/Napol gerakan Demokrasi; Korban TPST Bojong; Korban pelanggaran Hak Ekosob seperti pengusuran dan buruh yang di PHK. Juga hadir para peninjau (observer) dari Kontras, Elsam, FPPI Jakarta, Walhi Jakarta , FMN Jakarta , AJI Jakarta, Komnas Ham, Yappika, ICMC, Peace Brigade International (PBI); Peneliti KKR dari Prancis; Yayasan Pulih, Yayasan Sekar, PRP Jabodetabek, Praxis, KASBI Jabodetabek, UNDP, Komnas Perempuan; Formappi; Blacbox Media Syndication; Voice of Human Rights (VHR); Total terdapat sekitar 60 peserta dan sekitar 25 peninjau.
Acara dibuka oleh sambutan dari ketua panitia Victor da Costa dilanjutkan oleh Mugiyanto, Ketua Umum IKOHI dan pembukaan konferda secara resmi oleh ibu Zoemrotin, Wakil Ketua Komnas Ham. Dalam pembukaan ibu Zoemrotin menyatakan pentingya organisasi seperti IKOHI yang selalu mendemo dan menuntut Komnas Ham agar menuntaskan berbagai kasus pelanggaran Ham yang terjadi. Namun menurut bu Zoem, Komnas Ham mempunyai keterbatasan dan berbagai kendala, seperti penafsiran UU yang berbeda, sikap lembaga lain seperti Kejaksaan Agung, Pengadilan atau Mabes TNI yang kurang mendukung pekerjaan Komnas Ham untuk penegakan Ham. Karena itu kadang-kadang Komnas Ham terjebak pada situasi yang sulit, disatu sisi para korban mempunyai harapan besar atas Komnas Ham, disisi lain peraturan perundangan dan lembaga negara yang lain justru tidak mendukung, malahan ada kesan menghambat. Proses seperti inilah yang kadang kurang dipahami oleh banyak orang.
Diskusi Publik
Setelah pembukaan lalu dilanjutkan dengan diskusi publik yang menghadirkan tiga orang narasumber yaitu; Ibu Ita F Nadia dari Komnas Perempuan; Ibu Zoemrotin Wakil Ketua Komnas Ham; dan Mugiyanto, Ketua Umum IKOHI. Acara dipandu oleh Agung Yudha dari ELSAM.
Mugiyanto menyatakan bahwa setelah reformasi terdapat kondisi obyektif yang menguntungkan bagi gerakan demokrasi dan korban pelanggaran Ham dimana kebebasan politik, bersuara dan berekspresi dan berorganisasi mendapatkan ruang lebih luas. Sehinga para korban dapat berkumpul, membuat organisasi/wadah, berdemonstrasi dan melakukan proses hukum ke pengadilan atau MA seperti yang dilakukan para korban tragedi 1965.
Dari gerakan sipil yangtumbuh dalam era reformasi, Mugi melihat terdapat dua kecenderungan utama yaitu;
Pertama, adalah munculnya gerakan masyarakat sipil yang konservatif dengan mengusung isu suku, agama, ras, berbagai politik identitas dan aksi-aksi teror/kekerasan organisasi milisi sipil/kepemudaan yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan (Ham) dan pluralisme. Dan ironisnya gerakan sipil konservatif ini jauh lebih teroganisir sehinga mampu mendominasi ruang demokrasi dan membangun opini, selain tentu saja dukungan dari elit politik dan organissi politik Orde Baru baik secara politik maupun logistik.
Kedua, gerakan masyarakat sipil yang menuntut penegakan Ham, demokrasi dan pluralisme diantara warga-bangsa Indonesia. Gerakan ini berjasa besar, bahkan menjadi korban utama dalam proses menuju era reformasi. Namun setelah reformasi tercipta kekuatan ini terserak dan muncul dalam berbagai organisasi, kegiatan dan aktivitas, baik yang bersifat politik praktis, LSM, maupun dalam berbagai gerakan sosial yang ada. Maraknya ornganisasi masyarakat sipil ini memang patut dihargai, sebagai buah reformasi, namun bila ‘kemarakan’ menghasilkan gerakan yang kecil-kecil dan berserakan, maka dampaknya adalah tidak mempunyai kekuatan tawar dan daya tekan yang kuat, baik atas negara/pemerintah, maupun ketika berhadapan dengan gerakan masyarakat sipil yang konservatif.
Dalam rangka mengatasi berbagai sekat-sekat tersebut, Orda IKOHI Jabodetabek diharapkan dapat menjadi semacam ‘jembatan’ untuk membuat suatu jaringan bagi gerakan korban di Jabodetabek untuk melakukan perjuangan secara programatik dan bersama-sama. Sehingga terjadi solidaritas dan saling mendukung diantara sesama korban serta dengan berbagai organisasi/lembaga dan individu yang memberikan dukungan dan komitmen pada penegakan Ham dan demokrasi.
Pembicara kedua, Ita F, Nadia dari Komnas Ham menyoroti pentingnya untuk memahami peta politik Ham ditingkat Global, nasional dan lokal. Sebab ketiganya saling kait-mengkait dalam upaya penegakan Ham di Indonesia. Dalam kasus tragedi 1965 dicontohkan olehnya, maka yang harus dituntut tanggung jawab bukan hanya negara Indonesia, tapi juga pemerintah Amerika Serikat yang mendukung dan terlibat didalamnya dengan aktif. Karena itu wajar bila proses penegakan Ham kasus 1965 juga akan berhadapan dengan politik konservatif Amerika serikat.
Dalam politik ‘Islam kanan’, demikian lebel yang diberikan oleh mbak Ita, mengacu pada gerakan politik Islam sekarang ini yang mencoba memajukan ideologi Syariat Islam, juga merupakan sebuah gerakan global, yang terkait dengan berbagai jaringan gerakan islam internasional yang hendak mendirikan negara Islam. Karena itu menurutnya, lahirnya Perda-Perda berbau Syariat Islam adalah semacam gerilya politik yang ujungnya adalah hendak mengubah konstitusi menjadi mirip Piagam Jakarta dan akhirnya membentuk negara berbasiskan syariat Islam.
Dalam strategi melakukan perlawanan, mbak Ita memajukan apa yang ia sebut sebagai ‘politik narasi’. Politik narasi ini dilakukan dengan cara melakukan sejarah lisan dimana para korban Ham--dalam kasus ini ia mengambil contoh korban 1965—dimana Komnas Ham berkerja sama dengan kelompok muda Nu Sariat di Yogya dan Elsam melakukan pengumpulan data dari para perempuan korban 1965 dengan program ‘Tutur Perempuan” dibeberapa kota. Narasi-narasi dari para korban ini dijadikan suatu ‘alat’ untuk melawan hegemoni atau politik negara yang sesat, tidak berdasarkan fakta dan sarat dengan muatan kepentingan politik kekuasaan yang jauh dari obyektif. Politik narasi ini lalu membangun sebuah wacana baru yang pro wacana korban.
Strategi lain yang ditawarkan olehnya adalah dengan cara memberikan pendidikan Ham ke sekolah-sekolah dengan membawa ‘narasi-narasi korban’ tersebut kedalam kelas, kepada generasi muda yang menjadi pewaris masa depan. Program ini berhasil memberikan penyadaran dan ‘pengetahuan alternatif’ di luar kurikulum resmi yang dibuat oleh negara. Sayangnya program ini hany baru dilakukan dibeberapa sekolah.
Sementara ibu Zoemrotin kembali mengingatkan tentang posisi Komnas Ham yang kurang mendapatkan dukungan dari perundangan yang ada (UU 26 dan UU 39), sehingga melahirkan insterprestasi dan celah-celah yang tetap dapat digunakan oleh para pelaku pelanggaran Ham untuk menolak memberikan kesaksian di Komnas Ham. Dalam kasus ini ia mengambil contoh pada institusi TNI yang tetap melindungi para jendral baik yang pensiunan atau aktif untuk memberikan kesaksian dalam kasus pelanggaran ham yang melibatkan personil TNI. Hambatan lain juga dari intitusi negara terkait seperti pengadilan dan Kejaksaan yang justru menjadi penghambat untuk pemeriksaan kearah pro justisia. Karena itu untuk mengatasi semua hambatan ini, Komnas Ham sedang mengajukan revisi UU 26 dan UU 39 guna mengatasi berbagai kendala prosedural dalam proses pemeriksaan/kesaksian kearah pro justisia. Untuk itu ia menganggap perlu agar Komnas Ham bersonsultasi dan mendapatkan dukungan dari LSM, intelektuil dan berbagai gerakan korban.
Sosialisasi Kongres IKOHI
Setelah diskusi publik dan paska makan siang, acara dilanjutkan dengan Konferda IKOHI Jabodetabek. Konferda ini dibagi dua sesi utama, yaitu sesi sosialisassi hasil Kongres IKOHI dna Sharing korban pelanggaran Ham di Jabodetabek serta sesi kedua yaitu pembentukan struktur organisasi Orda Jabodetabek dan pemilihan Ketua serta susunan pengurus. Sidang ini dipimpin oleh Ibeth.
Sosialisasi ini penting sebab struktur dan program yang nanti diputuskan oleh Konferda haruslah sejalan dan menyesuaikan dengan keputusan dalam Kongres Makasar. Karena itu selain tanya-jawab, tidak ada keputusan yang diambil menyangkut dokumen Kongres, yang akan berlaku hingga Kongres berikutnya di tahun 2009.
Sosialisasi hasil kongres dilakukan oleh Sinnal Blegur, Sekretaris Umum IKOHI dan Mugiyanto, Ketua Umum IKOHI. Seperti diketahui, Kongres ke II IKOHI telah dilakukan di Makasar pada tanggal 8-10 Maret 2006. Kongres ini dihadiri oleh para korban dan organisasi korban dari 14 wilayah. Rekomendasi dari Kongres yang berkait dengan konsolidasi di daerah adalah sb; Pertama, mensosialiasikan hasil-hasil kongres di organisasi daerah, baik yang sudah memiliki struktur maupun yang masih berbentuk koordinator wilayah; Kedua, membuat Rencana Kerja Daerah dan Rencana Kerja Nasional sebagai implementasi keputusan-keputusan Kongres II IKOHI menyangkut organisasi, program strategis dan resolusi. Ketiga, mulai mengkoordinasikan kepengurusan Badan Pekerja di pusat dan daerah-daerah serta melakukan konsultasi dengan Presidium bila diperlukan. Keempat, mulai merespon isu-isu strategis yang disepakati saat Kongres, yang meliputi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan Pengoptimalan Pengadilan HAM, pemberdayaan korban dan pembangunan solidaritas korban.
Sharing Koban Ham Jabodetabek
Dalam sesi ini setiap perwakilan korban memberikan gambaran tentang kasus mereka secara ringkas, proses hukum yang terjadi dan kondisi para korban sekarang ini. Sesi ini dipimpin oleh Saiful Haq, seorang aktivis IKOHI yang sekarang sedang mengambil S2 di ITB, Bandung
Perwakilan korban 1965, pak Sjamsu menggambarkan tentang perjuangan legal, melalui mekanisme hukum yang mereka perjuangkan melalui pengadilan, MA dan Komisi Konstitusi agar negara mengembalikan hak-hak para korban 1965. Namun dinyatakan juga bahwa korban 65 tidak terilusi akan dimenangkan secara hukum melihat peta kekuatan politik dominan di dalam negara yang konservatif, namun menjadikan ajang perjuangan elgal sebagai sarana kampanye kepda publik dan internasional tentang perjuangan para korban 65 untuk menuntut keadilan. Kedepan nanti perjuangan secara hukum akan terus dilanjutkan.
Korban Tanjung Priok menyatakan apakah setelah para tersangka militer lolos dari Pengadilan Ham Tanjung Priok tetap dapat di proses secara hukum. Para korban keceewa dengan hasil pengadilan ham yang membebaskan semua tersangka.
Ibu Arif, ibunda korban Semanggi I menyatakan kecewa dengan proses hukum yang terjadi atas pengusutan tragedi Semanggi I dimana anaknya menjadi salah satu korban. Awalnya dia mencari dukungan politik di DPR agar proses pengusutan dapat dijalankan. Namun yang terjadi, pansus di DPR justru menjadi alat politik untuk menghentikan pengusutan dengan mengeluarkan rekomendasi tidak terjadi pelanggran Ham berat dalam kasus Semanggi I dan II. Akibatnya pengusutan atas korban Semanggi I dan II dihentikan. Ia menasehati korban Ham lainnya, terutama kasus Mei 1998, agar menolak DPR bila membentuk komisi, pansus, apapun namanya, yang hendak mengangkat isu pelanggaran Ham, sebab hasilnya akan sama dengan kasus semanggi I dan II.
Suciwati, istri almarhum Munir menjelaskan bahwa proses hukum seperti berlari diempat sebab ada konspirasi politik dibelakanya yang menghalangi. Menurutnya institusi dan pelakunya sudah cukup jelas, tapi ia heran kenapa pihak kepolisian tidak sanggup melanjutkan proses penyidikan. Suciwati mengatakan bahwa ia terus menelpon perwira polisi yang memimpin penyidikan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan penyidikan. Dalam acara memperingti wafatnya Munir, 7 September nanti, Suciwati mengharapkan agar dukungan untuk kasus Munir dapat terus dijaga hingga kasusnya tuntas.
Ibu Nur mewakili korban penculikan aktivis mengatakan, selama 8 tahun berbagai lembaga tinggi negara, berbagai demonstrasi dan pertemuan gerakan korban sudah ia ikuti namun hasilnya belum ada kemajuan berarti. Meskipun begitu ia akan terus berjuang untuk menemukan anaknya, entah sampai kapan. Kebetulan pada hari Konferda ibu Nur juga berulangtahun ke 50, maka para peserta menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan memberikan salam padanya.
Korban penggusuran, pak Budi dari organisasi Pawang menyampaikan tentang hak-hak ekosob rakyat miskin kota yang tidak dipenuhi oleh pemerintah, bahkan digusur dan dianiyaya. Menurutnya sudah saatnya korban hak ekosob juga dilibatkan dlam gerakan korban, bukan hanya korban hak sipol seperti yang berkembang selama ini. Korban PHK dari sebuah pabrik korea mewakili KASBI juga menceritakan bagaimana haknya sebagai buruh dihancurkan oleh pengusaha dengan cara di PHK. Setelah di PHK ia bergabung dengan serikat buruh guna memperjuangakn hak-hak kelas buruh. Sekarang ini ia terlibat dalam perjuangan menentang revisi UU Naker 13 yang anti buruh
Pembentukan Struktur, Pemilihan Pengurus IKOHI Jabodetabek
dan Perwakilan Presidum Nasional
Sesi ini adalah sesi puncak dan paling penting dalam konferda sehari penuh, sebab akan memilih pimpinan gerakan korban yang akan memimpin Orda Ikohi Jabodetabek selama periode 2006-2009. Sidang dipimpin oleh Saiful Haq. Persidangan diawali dengan pembacaan Tata Cara Persidangan Konferda. Dalam tata cara itu disepakati bahwa tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan struktur organisasi Orda IKOHI Jabodetabek.
Struktur yang dipilih adalah mengikuti struktur Badan Pekerja IKOHI nasional, hanya saja jumlah departemenya ditentukan sesuai kebutuhan. Dalam struktur disepakati untuk membentuk Presidium Daerah, semacam lembaga legslatif yang mewakili komunitas/organisasi/anggota gerakan korban yang ada diwilayah Jabodetabek. Presda berfungsi untuk pemantauan dan konsultatif bagi kepengurusan daerah yang terbentuk. ( lihat gambar struktur dilampiran)
Setelah pembentukan struktur lalu dilanjutkan dengan pemilihan calon ketua Orda IKOHI Jabodetabek. Seteleh disaring muncul tiga calon ketua, semuanya wanita, yang mencalonkan dirinya sebagai Ketua yaitu, ibu Darwin dari korban Mei, Ibu Ruminah dari korban Mei dan MbakYety, keluarga korban Tanjung Priok. Karena terdapat tiga calon, maka diadakan voting terbuka dengan cara menunjuk tangan untuk ketiga calon ketua. Hasil voting memutuskan bahwa Mbak Yetty, keluarga korbanTanjung Priok mendapatkan 33 suara dari 55 suara peserta yang punya hak pilih. Dengan begitu maka MbakYety secara resmi diputuskan melalui surat Ketetapan Konferda sebagai Ketua Orda IKOHI Jabodetabek untuk periode 2006-2009.
Selanjutnya Ketua Orda IKOHI Jabodetabek dalam waktu sesegera mungkin, dengan berkonsultasi dengan Badan Pekerja Nasional IKOHI dan wakil Presidium Nasional dari Jabodetabek akan melakukan pertemuan untuk melengkapi staf-staf dalam struktur yang sudah diputuskan. Sementara untuk anggota Presidium Daerah (Presda) Orda Jabodetabek akan diputuskan dalam waktu sebulan melalui mekanisme sosialiasi komunitas korban yang menghadiri Konferda.
Setelah itu dilakukan pemilihan wakil dari Orda IKOHI Jabodetabek yang akan duduk di Presidium Nasional IKOHI. Pimpinan sidang menjelaskan bahwa Wilson adalah wakil di Pesidium Nasional yang mewakili Jabodetabek dalam Kongres Makasar. Lalu ditanyakan apakah akan dipilih yang baru ataukah secara akalamasi memilih Wilson untuk tetap menjadi anggota Presidium, Akhirnya secara aklamasi perserta memilih Wilson untuk tetap menjadi perwakilan.
Dengan demikian semua proses acara Konferda berakhir sudah. Setelah pimpinan sidang membacakan Ketetapan-Ketetapan Konferda, Mbak Yetty, sebagai Ketua Orda IKOHI Jabodetabek terpilih memberikan sambutan ringkas dan dengan resmi menutup Konferda.
Ungkapan Terimakasih
Bersama ini juga diungkapkan rasa terimakasih yang dalam kepada berbagai organisasi/lembaga dan individu yang memberikan kontribusi dalam acara ini, baik secara logistik, gagasan maupun dalam kepanitiaan. Terimakasih kami ucapkan kepada Kontras, Yappika, Elsam, YSIK, Imparsial, Praxis dan IKOHI nasional yang telah memberikan sumbangan logistik dan fasilitas untuk terselengaranya acara Konferda IKOHI Jabodetabek. Terimakasih kepada bui Zoemrotin dari Komnas Ham, ibu Ita F nadia dari Komnas Perempuan, Agung Yudha dari Elsam dan Mugiyanto dari IKOHI yang meluangkan waktu untuk menjadi narasumber dan memberikan berbagai gagasan konstruktif untuk pembangunan gerakan korban.
Terimakasih sangat dalam dan rasa cinta kami kepada seluruh korban dan keluarga korban dari berbagai wilayah Jabodetbek yang telah meluangkan waktunya untuk sehari penuh menjalani Konferda di Gedung Joang. Beberapa diantara mereka bahkan sudah sangat sepuh seperti bu Lestari dan bu Kartinah, namun dengan bersemangat mengikuti seluruh proses diskusi. Kepada para korban ini terimakasih dan cinta kami paling dalam dipersembahkan. Para sepuh ini jgua memberikan isnpirsi moral kepada peserta untuk terus berjuang selama atau hingga setua apapun untuk menuntut keadilan.
Terimakasih amat sangat untuk para voluntir panitia penyelenggara (OC) yang mau bekerja diluar pekerjaan di kantor atau lembaganya masing-masing, tanpa digaji dan diberi fasilitas, tapi selama 24 jam sehari siap untuk melakukan koordinasi dan melalui rapat-rapat panitia di sekretariat IKOHI. Terimakasih sangat dalam kami nyatakan kepada Ibeth, Hiqmah, Aan, Mira, Saiful, Nanung, Ari, Agnes, Pheo, Eli, Simon, Marulloh, Gentur, Panel, mbak Suciwati, Ariani, Fendry dan Adrian. Maaf, bila hanya kaos dan ungkapan terimakasih yang dapat kami sampaikan.
Terimakasih juga kepada para peninjau yang telah datang memenuhi undangan dan memberikan saran, pendapat dan gagasan untuk memperkuat organisasi di IKOHI Jabodetabek. Juga terimakasih kepada pengelola Gedung Joang yang menyediakan fasilitas untuk Konferda. Terimaksih juga kepada semua orang dan lembaga yang mungkin tidak dapat kami sebutkan satu-persatu namun telah berkontribusi dalam Konferda.
Maafkan panitia penyelengara, bila ada kekurangan disana-sini selama Konferda berlaku. Sebab ‘panitia juga manusia’, jadi kadang khilaf, lupa dan mempunya keterbatasan..
Bravo IKOHI Jabodetabek .
Jakarta, 14 Agustus 2006-08-14
Victor da Costa
Ketua Panitia
Wilson
Sekretaris
0 Comments:
Post a Comment
<< Home