Rezim SBY tidak memiliki komitmen dalam penegakan HAM
Pernyataan Sikap
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia – IKOHI
No :79/srt-kel.stat/bp-ikohi/XI/2010
Rezim SBY tidak memiliki komitmen dalam penegakan HAM
(Memperingati Hari HAM Sedunia)
Salam perjuangan,
Tanggal 10 Desember 2010, genap 62 tahun dunia internasional merayakan hari kelahiran Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dikumandangkan di Jenewa pada tanggal 10 Desember 1948. Melalui deklarasi ini, masyarakat dunia internasional bersepakat untuk menghormati HAM berdasarkan prinsip non-diskriminasi, kesetaraan dan pluralisme. Deklarasi ini mewajibkan semua orang memajukan penghormatan dan menjamin pelaksanaan HAM yang bersifat universal. Momentum lahirnya deklarasi tersebut kemudian disepakati secara internasional sebagai Hari Hak Asasi Manusia Sedunia.
Indonesia, yang menjadi bagian dari masyarakat dunia internasional, tentunya juga terikat dalam Deklarasi tersebut. Penghormatan dan penegakan HAM oleh negara seharusnya menjadi lebih baik setiap harinya, karena memang itulah tujuan dari suatu negara untuk melindungi rakyatnya. Namun fakta yang ada kenyataannya menunjukkan kondisi yang berbeda sama sekali dari cita-cita luhur deklarasi tersebut.
Kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, hingga saat ini masih saja terbengkalai. Beberapa kasus yang telah diselidiki dan dinyatakan sebagai kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM, kenyataannya saat ini hanya menjadi tumpukan “arsip” di Kejaksaan Agung. Sudah bertahun-tahun korban dan keluarga korban pelanggaran HAM mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus-kasus tersebut, namun hingga saat ini pemerintah masih saja tidak bergeming dan tidak ingin menyelesaikannya.
Tidak adanya komitmen penegakan HAM oleh rezim SBY ini dapat dilihat dari tidak adanya tindak lanjut rekomendasi DPR tentang kasus penghilangan paksa 1997/1998 oleh pemerintah. Rekomendasi DPR tentang kasus penghilangan paksa aktifis pro demokrasi 1997/1998 yang isinya merekomendasikan Presiden untuk segera membentuk Pengadilan HAM, membentuk tim pencarian untuk korban yang masih hilang, memberikan kompensasi kepada keluarga korban penghilangan paksa dan meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa, telah disahkan oleh paripurna DPR pada tanggal 28 September 2009. Namun hingga kini, rekomendasi yang telah sangat jelas tersebut pengaplikasiannya, tidak ditindaklanjuti oleh Presiden SBY.
Dampak dari terbengkalainya kasus pelanggaran HAM masa lalu, tentunya akan menyebabkan tidak adanya efek jera terhadap para pelaku pelanggaran HAM dan kasus-kasus tersebut akan selalu berulang di kemudian hari. Kenyataannya memang benar. Kasus-kasus pelanggaran HAM selalu saja terjadi hingga hari ini. Penembakan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang atau yang lainnya masih saja dilakukan oleh aparat negara hingga hari ini. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa reformasi tersebut pun tidak kunjung diselesaikan oleh negara. Pemerintah hanya membiarkan kasus-kasus tersebut berlalu, dan berharap rakyat Indonesia akan melupakan kasus-kasus itu, termasuk kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Akan semakin banyak kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim ini, jika kita melihat sejenak kasus-kasus pelanggaran HAM di bidang Ekosob. Negara tidak bertindak aktif untuk mencegah penindasan yang dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Hal ini berakibat semakin meruncingnya konflik antara kelompok di Indonesia, baik itu antar kelompok agama maupun kelompok sosial lainnya.
Pelarangan terhadap buku-buku yang dalam versi pemerintah dianggap mengganggu ketertiban masyarakat umum pun masih dilakukan. Begitu juga dengan pembiaran terhadap kelompok masyarakat tertentu untuk membubarkan kegiatan-kegiatan dari kelompok lainnya. Hak kebebasan berpendapat dan bereskpresi pun dibiarkan diberangus oleh negara.
Hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia pun kenyataannya hanya menjadi janji-janji kosong saja. Biaya yang tinggi untuk mengakses layanan pendidikan dan kesehatan tentunya berakibat pada tidak mampunya sebagian besar rakyat Indonesia untuk menikmati layanan tersebut.
Di beberapa daerah bahkan hingga saat ini kerap terjadi pencaplokan tanah oleh perusahaan yang dibekingi oleh aparat negara. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya penembakan, penyiksaan atau penangkapan sewenang-wenang terhadap kelompok masyarakyat yang menentang kebijakan tersebut. Kasus penyiksaan terhadap rakyat juga masih saja dilakukan di Papua. Terkuaknya kesaksian dari seorang warga Papua yang telah mengalami penyiksaan semakin mencoreng penegakan HAM yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Bila dirunut dengan banyaknya kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, hal tersebut menunjukkan bahwa rezim SBY memang telah gagal dalam menghormati dan menegakan HAM bagi rakyatnya. Rezim ini memang tidak memiliki komitmen terhadap penghormatan dan penegakan HAM. Bahkan perlindungan terhadap rakyatnya agar terbebas dari tindakan pelanggaran HAM pun tidak dilakukan dan dijamin oleh rezim SBY.
Jakarta, 8 Desember 2010
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI)
Mugiyanto Wanmayetty
Ketua Sekretaris Umum
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia – IKOHI
No :79/srt-kel.stat/bp-ikohi/XI/2010
Rezim SBY tidak memiliki komitmen dalam penegakan HAM
(Memperingati Hari HAM Sedunia)
Salam perjuangan,
Tanggal 10 Desember 2010, genap 62 tahun dunia internasional merayakan hari kelahiran Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dikumandangkan di Jenewa pada tanggal 10 Desember 1948. Melalui deklarasi ini, masyarakat dunia internasional bersepakat untuk menghormati HAM berdasarkan prinsip non-diskriminasi, kesetaraan dan pluralisme. Deklarasi ini mewajibkan semua orang memajukan penghormatan dan menjamin pelaksanaan HAM yang bersifat universal. Momentum lahirnya deklarasi tersebut kemudian disepakati secara internasional sebagai Hari Hak Asasi Manusia Sedunia.
Indonesia, yang menjadi bagian dari masyarakat dunia internasional, tentunya juga terikat dalam Deklarasi tersebut. Penghormatan dan penegakan HAM oleh negara seharusnya menjadi lebih baik setiap harinya, karena memang itulah tujuan dari suatu negara untuk melindungi rakyatnya. Namun fakta yang ada kenyataannya menunjukkan kondisi yang berbeda sama sekali dari cita-cita luhur deklarasi tersebut.
Kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, hingga saat ini masih saja terbengkalai. Beberapa kasus yang telah diselidiki dan dinyatakan sebagai kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM, kenyataannya saat ini hanya menjadi tumpukan “arsip” di Kejaksaan Agung. Sudah bertahun-tahun korban dan keluarga korban pelanggaran HAM mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus-kasus tersebut, namun hingga saat ini pemerintah masih saja tidak bergeming dan tidak ingin menyelesaikannya.
Tidak adanya komitmen penegakan HAM oleh rezim SBY ini dapat dilihat dari tidak adanya tindak lanjut rekomendasi DPR tentang kasus penghilangan paksa 1997/1998 oleh pemerintah. Rekomendasi DPR tentang kasus penghilangan paksa aktifis pro demokrasi 1997/1998 yang isinya merekomendasikan Presiden untuk segera membentuk Pengadilan HAM, membentuk tim pencarian untuk korban yang masih hilang, memberikan kompensasi kepada keluarga korban penghilangan paksa dan meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa, telah disahkan oleh paripurna DPR pada tanggal 28 September 2009. Namun hingga kini, rekomendasi yang telah sangat jelas tersebut pengaplikasiannya, tidak ditindaklanjuti oleh Presiden SBY.
Dampak dari terbengkalainya kasus pelanggaran HAM masa lalu, tentunya akan menyebabkan tidak adanya efek jera terhadap para pelaku pelanggaran HAM dan kasus-kasus tersebut akan selalu berulang di kemudian hari. Kenyataannya memang benar. Kasus-kasus pelanggaran HAM selalu saja terjadi hingga hari ini. Penembakan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang atau yang lainnya masih saja dilakukan oleh aparat negara hingga hari ini. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa reformasi tersebut pun tidak kunjung diselesaikan oleh negara. Pemerintah hanya membiarkan kasus-kasus tersebut berlalu, dan berharap rakyat Indonesia akan melupakan kasus-kasus itu, termasuk kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Akan semakin banyak kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim ini, jika kita melihat sejenak kasus-kasus pelanggaran HAM di bidang Ekosob. Negara tidak bertindak aktif untuk mencegah penindasan yang dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Hal ini berakibat semakin meruncingnya konflik antara kelompok di Indonesia, baik itu antar kelompok agama maupun kelompok sosial lainnya.
Pelarangan terhadap buku-buku yang dalam versi pemerintah dianggap mengganggu ketertiban masyarakat umum pun masih dilakukan. Begitu juga dengan pembiaran terhadap kelompok masyarakat tertentu untuk membubarkan kegiatan-kegiatan dari kelompok lainnya. Hak kebebasan berpendapat dan bereskpresi pun dibiarkan diberangus oleh negara.
Hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia pun kenyataannya hanya menjadi janji-janji kosong saja. Biaya yang tinggi untuk mengakses layanan pendidikan dan kesehatan tentunya berakibat pada tidak mampunya sebagian besar rakyat Indonesia untuk menikmati layanan tersebut.
Di beberapa daerah bahkan hingga saat ini kerap terjadi pencaplokan tanah oleh perusahaan yang dibekingi oleh aparat negara. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya penembakan, penyiksaan atau penangkapan sewenang-wenang terhadap kelompok masyarakyat yang menentang kebijakan tersebut. Kasus penyiksaan terhadap rakyat juga masih saja dilakukan di Papua. Terkuaknya kesaksian dari seorang warga Papua yang telah mengalami penyiksaan semakin mencoreng penegakan HAM yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Bila dirunut dengan banyaknya kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, hal tersebut menunjukkan bahwa rezim SBY memang telah gagal dalam menghormati dan menegakan HAM bagi rakyatnya. Rezim ini memang tidak memiliki komitmen terhadap penghormatan dan penegakan HAM. Bahkan perlindungan terhadap rakyatnya agar terbebas dari tindakan pelanggaran HAM pun tidak dilakukan dan dijamin oleh rezim SBY.
Jakarta, 8 Desember 2010
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI)
Mugiyanto Wanmayetty
Ketua Sekretaris Umum
0 Comments:
Post a Comment
<< Home