6 Tahun SBY gagal Menegakkan HAM
Pernyataan Sikap
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia – IKOHI
Rezim SBY gagal dalam menegakkan HAM di Indonesia !!!
Salam solidaritas,
Pada tanggal 20 Oktober 2010, kepemimpinan SBY tepat memasuki usia satu tahun dalam periode keduanya. Banyak orang mungkin, terlebih lagi para pendukung dari elit-elit politik, akan berbicara bahwa usia satu tahun tidak bisa dijadikan ukuran dalam menilai suatu kekuasaan. Namun tidak boleh dilupakan bahwa rezim SBY sudah berkuasa selama dua periode, artinya tanggal 20 Oktober 2010, merupakan 6 tahun masa berkuasanya rezim SBY.
Enam tahun berkuasa bukanlah waktu yang sebentar. Dalam waktu enam tahun kekuasaannya, seharusnya SBY dapat melakukan berbagai macam hal, khususnya dalam upaya penegakan HAM di Indonesia. Lalu apa saja yang telah dicapai oleh rezim SBY dalam penegakan HAM, khususnya dalam memenuhi hak-hak para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia? Bisa dibilang, Rezim SBY gagal dalam memenuhi hal diatas selama 6 tahun ini.
Periode kekuasaannya yang pertama, yaitu di tahun 2004 hingga 2009, rezim SBY gagal dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, yang telah selesai diselidiki oleh Komnas HAM, akhirnya harus terbengkalai di Kejaksaan Agung hingga saat ini. Kasus-kasus tersebut antara lain kasus Trisakti, Semanggi I dan II, tragedi Mei 1998, kasus penghilangan orang secara paksa pada periode 1997/1998, kasus Talangsari-Lampung serta kasus Wasior-Wamena. Tidak ada kemauan sama sekali dari rezim SBY untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut, padahal dalam penyelidikan Komnas HAM diketemukan adanya pelanggaran HAM berat pada kasus-kasus diatas.
Selain itu, ratifikasi Statuta Roma yang sudah dicanangkan dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2004-2009, juga tidak dilaksanakan oleh rezim SBY. Sampai akhir kekuasaannya di periode pertamanya, ratifikasi Statuta Roma, yang akan mampu mencegah terjadinya kembalinya kasus-kasus pelanggaran HAM di kemudian hari, tidak juga diratifikasi dan tidak jelas ujungnya hingga saat ini.
Ketidakmauan rezim SBY untuk menegakkan HAM di Indonesia kembali terlihat ketika dalam program 100 hari pemerintahan periode keduanya, tidak ada sama sekali program penegakan HAM. Hal ini tentu saja kembali memperkuat bahwa rezim SBY memang tidak berkomitmen terhadap penegakan HAM di Indonesia, khususnya kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Pada periode kedua kekuasaannya, rezim SBY malah mengangkat Sjafrie Sjamsoeddin, yang diduga melanggar HAM dalam sejumlah kasus di Indonesia, sebagai Wakil Menteri Pertahanan. Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa rezim SBY ingin melindungi para pelanggar HAM di Indonesia dengan memberikan posisi strategis di dalam pemerintahannya. Pencalonan Timur Pradopo, yang diduga melanggar HAM dalam kasus penembakan mahasiswa Trisakti, sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) semakin menunjukkan menguatnya ketidakpedulian rezim SBY terhadap penegakan HAM di Indonesia.
Rekomendasi DPR tentang kasus penghilangan paksa para aktivis yang terjadi ditahun 1997/1998 juga hingga saat ini diabaikan oleh rezim SBY. Rekomendasi DPR yang diputuskan pada tanggal 28 September 2009 tersebut, padahal akan memberikan kepastian kepada keluarga korban penghilangan paksa untuk mengetahui nasib anggota keluarganya yang masih hilang. Namun lagi-lagi rezim SBY tidak peduli terhadap hal itu.
Yang termuktahir adalah lolosnya nama Soeharto sebagai calon orang yang akan diberikan gelar pahlawan nasional. Rezim SBY pastinya tidak mungkin lupa mengapa Soeharto pada tahun 1998 dilengserkan oleh gerakan rakyat Indonesia. Soeharto merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya berbagai kasus pelanggaran HAM di masa Orde Baru. Ini sekali menunjukkan bahwa rezim SBY memang tidak memiliki komitmen terhadap penegakan HAM di Indonesia.
Wacana rekonsiliasi nasional yang digulirkan oleh rezim SBY akhir-akhir ini juga menjadi tanya besar bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia. Rekonsiliasi Nasional menjadi salah satu agenda penting bagi kemajuan demokratisasi bangsa ini, namun seharusnya rekonsialisasi nasional juga dibarengi dengan upaya pemberian keadilan bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM serta pengungkapan kebenaran atas suatu kasus pelanggaran HAM masa lalu. Jika rezim SBY ingin menutup pintu keadilan dan pengungkapan kebenaran dengan menggulirkan wacana rekonsiliasi nasional, maka sebenarnya rezim SBY tidak ubahnya seperti rezim Soeharto yang selalu membelokkan kebenaran sejarah demi kelanggengan kekuasaannya.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas, Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) sebagai organisasi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia menyatakan bahwa rezim SBY telah gagal dalam menegakkan HAM di Indonesia. Bahkan kegagalan rezim SBY dalam menegakkan HAM di Indonesia tersebut, dikarenakan memang rezim SBY tidak memiliki komitmen untuk memberikan rasa keadilan dan memenuhi hak-hak korban pelanggaran HAM, serta menjamin rasa aman rakyatnya dari keberulangan kembali kasus-kasus pelanggaran HAM di kemudian hari.
Jakarta, 19 Oktober 2010
Mugiyanto Wanmayetty
Ketua Sekretaris Umum
0 Comments:
Post a Comment
<< Home