SERUAN AKSI
"Kasus Penghilangan Paksa 1997/1998, Kasus Pelanggaran HAM yang belum selesai"
"Negara harus menuntaskan kasus penghilangan paksa 1997/1998"
Salam solidaritas,
Peristiwa penghilangan paksa yang dialami oleh aktivis-aktivis gerakan pro demokrasi pada tahun 1997/1998 adalah sebuah peristiwa yang menjadi moment penting dalam arus gerakan pro demokrasi di Indonesia . Kejatuhan kediktatoran rejim Soeharto pada 21 Mei 1998, diawali dengan peristiwa penculikan terhadap beberapa aktivis yang dianggap meresahkan stabilitas Negara pada waktu itu. Hal ini menjadi pemicu yang kuat timbulnya gerakan-gerakan massa yang besar agar dapat menggulingkan Soeharto dari tampuk kekuasaan.
Namun sayangnya sampai saat ini, 13 korban penculikan lainnya belum kembali pada keluarganya masing-masing. Harapan agar ada kejelasan nasib dari 13 orang yang masih hilang sampai saat ini, tentunya akan sedikit memberikan kepastian bagi keluarga korban yang masih menunggu kejelasan nasib keluarga mereka selama 10 tahun. Ke 13 orang itu adalah Yani Afri alias Rian, Sonny, Herman Hendrawan, Dedy Umar Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Petrus Bima Anugrah, Wiji Thukul, Ucok Munandar Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser. Penuntutan agar Negara segera menuntaskan kasus penghilangan paksa ini dan menghukum para pelakunya, hingga menjerat otak operasi penculikan tersebut, sudah dilakukan berulang kali. Keluarga korban dari 13 orang tersebut sampai saat ini masih berharap untuk mengetahui keberadaan dari orang-orang tersebut, atau jika sudah meninggal, mereka dapat mengetahui dimana kuburannya.
Dibukanya kembali kasus penghilangan orang secara paksa tentunya membawa harapan baru bagi korban dan keluarga korban penghilangan paksa untuk mencapai penuntasan kasus ini. Namun dibukanya kasus penghilangan orang secara paksa oleh para politisi di DPR dan menjelang Pemilu 2009, tentunya juga menjadi sebuah pertanyaan yang membayangi pikiran para korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa. Sebagian besar kalangan masyarakat, khususnya korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa, serta lembaga-lembaga HAM yang mengadvokasi kasus ini, melihatnya ada sebuah manuver politik yang dimainkan oleh para politisi partai-partai politik di DPR untuk kepetingan Pemilu 2009.
Jelas bahwa kondisi seperti diatas, tidak boleh dibiarkan terus menerus. Kasus pelanggaran HAM masa lalu, khususnya kasus penghilangan paksa 1997/1998 bukan menjadi ajang politisasi untuk kepentingan Pemilu 2009. Pengungkapan kasus kasus penghilangan paksa 1997/1998 bisa menjadi ukuran pembelajaran demokratisasi bagi Indonesia . Maka sudah saatnya, kita memperkuat Persatuan Gerakan Rakyat multisektor dengan menuntut:
1. Pansus Orang Hilang harus segera merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc
2. Presiden harus segera memerintahkan Jaksa Agung untuk mengusut kasus Penghilangan Paksa 1997/1998 hingga tuntas dan mengadili para pelakunya.
3. Negara harus mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia , baik kasus-kasus pelanggaran HAM di bidang SIPOL maupun EKOSOB.
Bergabunglah bersama kami untuk menuntut Negara agar menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM, baik di bidang SIPOL dan EKOSOB, yang akan diadakan pada:
Hari /Tanggal : Senin/10 November 2008
Waktu : Pukul 12.00 – selesai
Titik Kumpul : Tugu Proklamasi
Tujuan Aksi : Istana Negara
"Tuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia "
"Perkuat Gerakan Perlawanan Rakyat Multisektor"
IKOHI, KP PRP, PRP Jakarta, ABM, KASBI, Arus Pelangi, KORBAN, KASUM, YPKP '65, LBH Masyarakat, SBMI, Paguyuban Mei '98, KontraS, Demos, LBH Jakarta, Imparsial, VHR, Elsam, PBHI Pusat, PBHI Jakarta, Yappika, LPHAM, Walhi, YLBHI, Komunitas Jembatan Besi, IKAPRI, FKKM, KOMPAK
"Kasus Penghilangan Paksa 1997/1998, Kasus Pelanggaran HAM yang belum selesai"
"Negara harus menuntaskan kasus penghilangan paksa 1997/1998"
Salam solidaritas,
Peristiwa penghilangan paksa yang dialami oleh aktivis-aktivis gerakan pro demokrasi pada tahun 1997/1998 adalah sebuah peristiwa yang menjadi moment penting dalam arus gerakan pro demokrasi di Indonesia . Kejatuhan kediktatoran rejim Soeharto pada 21 Mei 1998, diawali dengan peristiwa penculikan terhadap beberapa aktivis yang dianggap meresahkan stabilitas Negara pada waktu itu. Hal ini menjadi pemicu yang kuat timbulnya gerakan-gerakan massa yang besar agar dapat menggulingkan Soeharto dari tampuk kekuasaan.
Namun sayangnya sampai saat ini, 13 korban penculikan lainnya belum kembali pada keluarganya masing-masing. Harapan agar ada kejelasan nasib dari 13 orang yang masih hilang sampai saat ini, tentunya akan sedikit memberikan kepastian bagi keluarga korban yang masih menunggu kejelasan nasib keluarga mereka selama 10 tahun. Ke 13 orang itu adalah Yani Afri alias Rian, Sonny, Herman Hendrawan, Dedy Umar Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Petrus Bima Anugrah, Wiji Thukul, Ucok Munandar Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser. Penuntutan agar Negara segera menuntaskan kasus penghilangan paksa ini dan menghukum para pelakunya, hingga menjerat otak operasi penculikan tersebut, sudah dilakukan berulang kali. Keluarga korban dari 13 orang tersebut sampai saat ini masih berharap untuk mengetahui keberadaan dari orang-orang tersebut, atau jika sudah meninggal, mereka dapat mengetahui dimana kuburannya.
Dibukanya kembali kasus penghilangan orang secara paksa tentunya membawa harapan baru bagi korban dan keluarga korban penghilangan paksa untuk mencapai penuntasan kasus ini. Namun dibukanya kasus penghilangan orang secara paksa oleh para politisi di DPR dan menjelang Pemilu 2009, tentunya juga menjadi sebuah pertanyaan yang membayangi pikiran para korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa. Sebagian besar kalangan masyarakat, khususnya korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa, serta lembaga-lembaga HAM yang mengadvokasi kasus ini, melihatnya ada sebuah manuver politik yang dimainkan oleh para politisi partai-partai politik di DPR untuk kepetingan Pemilu 2009.
Jelas bahwa kondisi seperti diatas, tidak boleh dibiarkan terus menerus. Kasus pelanggaran HAM masa lalu, khususnya kasus penghilangan paksa 1997/1998 bukan menjadi ajang politisasi untuk kepentingan Pemilu 2009. Pengungkapan kasus kasus penghilangan paksa 1997/1998 bisa menjadi ukuran pembelajaran demokratisasi bagi Indonesia . Maka sudah saatnya, kita memperkuat Persatuan Gerakan Rakyat multisektor dengan menuntut:
1. Pansus Orang Hilang harus segera merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc
2. Presiden harus segera memerintahkan Jaksa Agung untuk mengusut kasus Penghilangan Paksa 1997/1998 hingga tuntas dan mengadili para pelakunya.
3. Negara harus mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia , baik kasus-kasus pelanggaran HAM di bidang SIPOL maupun EKOSOB.
Bergabunglah bersama kami untuk menuntut Negara agar menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM, baik di bidang SIPOL dan EKOSOB, yang akan diadakan pada:
Hari /Tanggal : Senin/10 November 2008
Waktu : Pukul 12.00 – selesai
Titik Kumpul : Tugu Proklamasi
Tujuan Aksi : Istana Negara
"Tuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia "
"Perkuat Gerakan Perlawanan Rakyat Multisektor"
IKOHI, KP PRP, PRP Jakarta, ABM, KASBI, Arus Pelangi, KORBAN, KASUM, YPKP '65, LBH Masyarakat, SBMI, Paguyuban Mei '98, KontraS, Demos, LBH Jakarta, Imparsial, VHR, Elsam, PBHI Pusat, PBHI Jakarta, Yappika, LPHAM, Walhi, YLBHI, Komunitas Jembatan Besi, IKAPRI, FKKM, KOMPAK
0 Comments:
Post a Comment
<< Home