Pansus Penghilangan Paksa DPR, Politisasi Kasus?
17/10/2008 20:50
Capres Militer Mulai Digoyang
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta – Panitia Khusus (Pansus) kasus penghilangan orang aktif kembali. Susilo Bambang Yudhoyono, Wiranto, dan Prabowo Subianto direkomendasikan dipanggil. Korban penculikan apatis saja menanggapinya.
Tensi politik kian memanas saat Pemilu 2009 masih lima bulan lagi. Dalam situasi seperti ini, sulit memastikan apakah satu langkah bernuansa politis atau bukan. Semua hanya bisa diraba.
Hal ini pula yang terjadi di Pansus kasus penghilangan orang atau penculikan aktivis 1997-1998 DPR. Mereka kembali aktif memulai persidangan tahun 2008-09 setelah dibentuk pada Maret tahun lalu.
Politis atau bukan? Coba raba sendiri. Merujuk hasil rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), nama-nama calon presiden yang kini beredar, bakal dipanggil Pansus. Mulai dari SBY, Wiranto, hingga Prabowo.
Inikah cara politisi sipil menelikung capres eks militer? Ketua Pansus, Effendi Simbolon, menolak tegas bila pansus terkait kepentingan politik 2009. “Kami tidak berkepentingan dengan politik,” tegas politisi asal PDI Perjuangan tersebut, Jumat (17/10) di Jakarta.
Effendi menegaskan, Pansus hanya bergerak pada hasil rekomendasi Komnas HAM yang memberikan kesimpulan apakah kasus penculikan atau penghilangan para aktivis era 1997-1998 terkait dengan kategori pelanggaran HAM atau tidak. “Kami hanya di level rekomendasi politik. Pada nantinya Kejaksaan Agung yang memutuskan membentuk pengadilan ad hoc atau tidak,” jelasnya.
Menurut agenda, mulai pekan depan, Pansus yang mulanya dipimpin Panda Nababan (PDI Perjuangan) ini akan memanggil para korban dan keluarga korban.
Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim mempertanyakan apakah kerja Pansus berpijak pada informasi Komnas atau mencari. Meski demikian, Ifdal menyabut positif kembali aktifnya pansus tersebut. “Setidaknya untuk menjawab kemacetan selama ini,” tukasnya kepada INILAH.COM.
Komnas HAM tidak berani berspekulasi atas aktifnya kembali Pansus terkait dengan politik nasional menjelang Pemilu 2009 mendatang. “Kami tidak tahu apa motivasinya. Memang di internal DPR terjadi perbedaan pendapat, meski Pansus tetap ada,” ujarnya.
Pengamat politik LIPI, Syamsudin Haris, tidak menepis aktifnya pansus terbebas dari upaya politisasi dari politisi sipil untuk menjgal capres bekas militer. “Dalam politik bisa saja itu terjadi,” tegasnya. Terkait dengan pemanggilan tokoh-tokoh seperti SBY, Wiranto, Prabowo, Syamsudin mengingatkan apakah cukup bukti dan penting dengan pemanggilan sejumlah bekas militer tersebut.
Pandangan serupa juga muncul dari Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Mugiyanto. Pihaknya tidak akan menghadiri undangan dari Pansus DPR. Menurut dia, rencana DPR memanggil korban atau keluarga korban malah akan menimbulkan rasa traumatik.
“Selain juga tidak relevan lagi pemanggilan tersebut. Komnas HAM sudah melakukannya dan selesai,” tegasnya.
IKOHI justru mengkhawatirkan aktifnya Pansus menjadi ajang politisasi kasus orang hilang pada 1997-98 lalu. “Kami khawatir, kasus ini menjadi politis, karena menyangkut nama-nama yang akan maju dalam pilpres 2009 mendatang,” ujarnya. Menurut dia, bilapun bekas petinggi militer tersebut diperiksa, bukan DPR yang melakukan, namun Kejaksaan Agung.
Menurut Mugiyanto, agar lebih efektif, Pansus segera saja menyetujui hasil rekomendasi Komnas HAM agar segera diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk membentuk pengadilan ad hoc. “DPR jangan berlama-lama. Lebih baik langsung menyetujui rekomendasi Komnas HAM serta segera mendesak presiden agar membentuk pengadilan ad hoc kasus HAM berat,” paparnya.
Sebelumnya, pada 2006 Komnas telah merekomendasikan kasus orang hilang masuk kategori pelanggaran HAM berat yang diserahkan ke Kejaksaan Agung. Namun, hingga kini Kejaksaan Agung tidak segera melakukan pembentukan pengadilan ad hoc karena menunggu rekomendasi DPR.
Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK), Februari lalu, memutuskan bahwa untuk menentukan HAM berat, Kejaksaan Agung tidak perlu menunggu rekomendasi DPR. [I4]
Capres Militer Mulai Digoyang
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta – Panitia Khusus (Pansus) kasus penghilangan orang aktif kembali. Susilo Bambang Yudhoyono, Wiranto, dan Prabowo Subianto direkomendasikan dipanggil. Korban penculikan apatis saja menanggapinya.
Tensi politik kian memanas saat Pemilu 2009 masih lima bulan lagi. Dalam situasi seperti ini, sulit memastikan apakah satu langkah bernuansa politis atau bukan. Semua hanya bisa diraba.
Hal ini pula yang terjadi di Pansus kasus penghilangan orang atau penculikan aktivis 1997-1998 DPR. Mereka kembali aktif memulai persidangan tahun 2008-09 setelah dibentuk pada Maret tahun lalu.
Politis atau bukan? Coba raba sendiri. Merujuk hasil rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), nama-nama calon presiden yang kini beredar, bakal dipanggil Pansus. Mulai dari SBY, Wiranto, hingga Prabowo.
Inikah cara politisi sipil menelikung capres eks militer? Ketua Pansus, Effendi Simbolon, menolak tegas bila pansus terkait kepentingan politik 2009. “Kami tidak berkepentingan dengan politik,” tegas politisi asal PDI Perjuangan tersebut, Jumat (17/10) di Jakarta.
Effendi menegaskan, Pansus hanya bergerak pada hasil rekomendasi Komnas HAM yang memberikan kesimpulan apakah kasus penculikan atau penghilangan para aktivis era 1997-1998 terkait dengan kategori pelanggaran HAM atau tidak. “Kami hanya di level rekomendasi politik. Pada nantinya Kejaksaan Agung yang memutuskan membentuk pengadilan ad hoc atau tidak,” jelasnya.
Menurut agenda, mulai pekan depan, Pansus yang mulanya dipimpin Panda Nababan (PDI Perjuangan) ini akan memanggil para korban dan keluarga korban.
Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim mempertanyakan apakah kerja Pansus berpijak pada informasi Komnas atau mencari. Meski demikian, Ifdal menyabut positif kembali aktifnya pansus tersebut. “Setidaknya untuk menjawab kemacetan selama ini,” tukasnya kepada INILAH.COM.
Komnas HAM tidak berani berspekulasi atas aktifnya kembali Pansus terkait dengan politik nasional menjelang Pemilu 2009 mendatang. “Kami tidak tahu apa motivasinya. Memang di internal DPR terjadi perbedaan pendapat, meski Pansus tetap ada,” ujarnya.
Pengamat politik LIPI, Syamsudin Haris, tidak menepis aktifnya pansus terbebas dari upaya politisasi dari politisi sipil untuk menjgal capres bekas militer. “Dalam politik bisa saja itu terjadi,” tegasnya. Terkait dengan pemanggilan tokoh-tokoh seperti SBY, Wiranto, Prabowo, Syamsudin mengingatkan apakah cukup bukti dan penting dengan pemanggilan sejumlah bekas militer tersebut.
Pandangan serupa juga muncul dari Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Mugiyanto. Pihaknya tidak akan menghadiri undangan dari Pansus DPR. Menurut dia, rencana DPR memanggil korban atau keluarga korban malah akan menimbulkan rasa traumatik.
“Selain juga tidak relevan lagi pemanggilan tersebut. Komnas HAM sudah melakukannya dan selesai,” tegasnya.
IKOHI justru mengkhawatirkan aktifnya Pansus menjadi ajang politisasi kasus orang hilang pada 1997-98 lalu. “Kami khawatir, kasus ini menjadi politis, karena menyangkut nama-nama yang akan maju dalam pilpres 2009 mendatang,” ujarnya. Menurut dia, bilapun bekas petinggi militer tersebut diperiksa, bukan DPR yang melakukan, namun Kejaksaan Agung.
Menurut Mugiyanto, agar lebih efektif, Pansus segera saja menyetujui hasil rekomendasi Komnas HAM agar segera diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk membentuk pengadilan ad hoc. “DPR jangan berlama-lama. Lebih baik langsung menyetujui rekomendasi Komnas HAM serta segera mendesak presiden agar membentuk pengadilan ad hoc kasus HAM berat,” paparnya.
Sebelumnya, pada 2006 Komnas telah merekomendasikan kasus orang hilang masuk kategori pelanggaran HAM berat yang diserahkan ke Kejaksaan Agung. Namun, hingga kini Kejaksaan Agung tidak segera melakukan pembentukan pengadilan ad hoc karena menunggu rekomendasi DPR.
Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK), Februari lalu, memutuskan bahwa untuk menentukan HAM berat, Kejaksaan Agung tidak perlu menunggu rekomendasi DPR. [I4]
0 Comments:
Post a Comment
<< Home