Pansus OH Hasil Ketidaktegasan SBY Samsul Maarif INILAH.COM, Jakarta - Terkatung-katungnya masalah orang hilang dinilai tidak terlepas dari kelalaian SBY. Menurut salah satu korban penculikan Mugiyanto, seandainya SBY bisa memberikan arahan dan menekan kinerja Kejaksaan Agung, maka DPR tidak perlu lagi membentuk Pansus.
Mugiyanto yang mengaku berharap-harap cemas menanti kinerja Pansus ' Penghilangan Orang Secara Paksa' mengatakan kesalahan eksekutiflah yang menyebabkan masalah ini tidak kunjung selesai.
"Ini kelalaian SBY dan juga Jaksa Agung waktu itu. Kalau mereka tegas pasti sudah selesai dan tidak perlu lagi DPR sebetulnya. Tapi sebetulnya sekarang bisa saja SBY perintahakan Panglima TNI untuk bongkar semuanya tanpa menunggu pansus selesai," kata Mugiyanto saat acara diskusi bertema Kontroversi Pansus Orang Hilang di Warung Daun , Jakarta, Sabtu (25/10).
Namun Mugiyanto juga mengatakan, berhubung hal ini sudah kepalang basah maka dia menyarankan kepada DPR untuk fokus dalam penyelesian kasus ini. Juga mengharapkan DPR agar melaksanakan dengan hati nurani serta kejujuran yang tinggi, terutama isu politisasi yang beredar.
Menurut Mugiyant, kasus ini bisa disusuri antara lain dengan pelacakan dokumen di Puspom TNI dan juga dokumen-dokumen di Dewan Kehormatan Militer TNI yang telah memeriksa tiga perwira waktu itu.
"Bisa melacak dari data Puspom atau dokumen di Dewan Kehormatan Militer yang sudah memeriksa Prabowo, Muhdi dan Chairawan pasti ada jalan," ujar Mugiyanto.
Mugiyanto yang mengaku sempat disekap dengan beberapa aktivis tersebut juga menyarankan ke pansus agar bisa berkomunikasi dengan komnas HAM akan keterangan Wiranto. "Sepertinya ada info penting yang disampaikan," pungkasnya.[L8]
Mereka yang masih hilang
Mengingat kembali jiwa-jiwa yang masih hilang
Beberapa Wajah
Mengingat kembali beberapa korban yang masih hilang....
Perdebatan Bimo Petrus dengan Andreas Pareira
Keterangan Gambar: Perdebatan Petrus Bima Anugerah (korban penghilangan paksa) dengan Andreas Pareira (Anggota Pansus DPR) di rubrik Opini Harian Kompas, 2 bulan sebelum Bimo diculik dan dihilangkan oleh para pelakunya.
Korban Tidak Akan Menuntut
KASUS PENCULIKAN Korban Mengaku Tidak Akan Menuntut
Rabu, 22 Oktober 2008
JAKARTA (Suara Karya): Korban aksi penculikan aktivis yang dilakukan Tim Mawar tahun 1997-1998, mengaku tidak akan melakukan tuntutan apa pun terhadap TNI jika Panitia Khusus (Pansus) Penghilangan Orang Secara Paksa DPR dibuka kembali.
Pernyataan tersebut dikemukakan Andi Arief ketika ditemui Suara Karya, di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta, Selasa (21/10).
"Sepanjang Pansus itu bertujuan untuk menegakkan hukum dan untuk kepentingan korban, saya selaku korban penculikan, tidak akan menuntut apa pun. Dengan catatan, DPR dapat mengungkap ke 13 korban penculikan yang hingga kini belum diketahui keberadaannya," ujar Andi.
Ia mengaku, Pansus DPR telah mengetahui dan memiliki data-data soal keberadaan ke 13 orang hilang yang hingga kini belum ditemukan. Karena itu, Andi berharap, Pansus DPR dapat mengungkap keberadaan mereka, sehingga semua persoalan menyangkut kasus ini, dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
Ketua Ikatan Orang Hilang (IKOHI) yang juga sebagai korban penculikan Mugiyanto mengatakan bahwa pihaknya telah mengantongi kesepakatan untuk tidak hadir me-menuhi undangan Pansus DPR.
Korban dan keluarga korban, katanya, tidak akan datang ke DPR untuk dimintai keterangan oleh Pansus seputar kronologis aksi penculikan yang dila-kukan Tim Mawar tahun 1997-1998. Sebaliknya, pihaknya akan mengundang Pansus ke kantor Kontras dalam proses yang sama. Alasannya, mereka akan lebih nyaman dan akan lebih terbuka dalam memberikan keterangan sesuai yang dibutuhkan Pansus.
Menurut Mugiyanto, hal ini dilakukan sekaligus untuk mengetahui keseriusan Pansus dalam mengungkap kasus tersebut. Sebab, tidak ada yang melarang jika Pansus melakukan pemeriksaan atau memintai keterangan kepada siapa pun, termasuk kepada korban dan keluarga korban di luar gedung DPR.
"Kalau memang Pansus serius dan berjalan tidak untuk kepentingan politik semata, kami mendukung dibukanya kembali Pansus. Namun kami memang menyadari bahwa Pansus ini tidak lepas dari kepentingan politik, mengingat para petinggi TNI yang disebut-sebut akan dipanggil itu, sebagian besar akan meramaikan bursa calon presiden pada Pemilu 2009 mendatang," ujar Muyanto.
Sementara itu, Koordinator Kontras Usman Hamid ketika dimintai tanggapan seputar pernyataan Andi Arief yang tidak akan menuntut siapa pun jika Pansus DPR dapat mengungkap ke 13 orang korban penculikan mengatakan pernyataan tersebut sah-sah saja.
"Ya itu kan pernyataan korban secara pribadi, belum tentu korban lainnya menyatakan hal yang sama,"katanya. (Sugandi)
Pansus Penghilangan Paksa DPR, Politisasi Kasus?
17/10/2008 20:50 Capres Militer Mulai Digoyang R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta – Panitia Khusus (Pansus) kasus penghilangan orang aktif kembali. Susilo Bambang Yudhoyono, Wiranto, dan Prabowo Subianto direkomendasikan dipanggil. Korban penculikan apatis saja menanggapinya.
Tensi politik kian memanas saat Pemilu 2009 masih lima bulan lagi. Dalam situasi seperti ini, sulit memastikan apakah satu langkah bernuansa politis atau bukan. Semua hanya bisa diraba.
Hal ini pula yang terjadi di Pansus kasus penghilangan orang atau penculikan aktivis 1997-1998 DPR. Mereka kembali aktif memulai persidangan tahun 2008-09 setelah dibentuk pada Maret tahun lalu.
Politis atau bukan? Coba raba sendiri. Merujuk hasil rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), nama-nama calon presiden yang kini beredar, bakal dipanggil Pansus. Mulai dari SBY, Wiranto, hingga Prabowo.
Inikah cara politisi sipil menelikung capres eks militer? Ketua Pansus, Effendi Simbolon, menolak tegas bila pansus terkait kepentingan politik 2009. “Kami tidak berkepentingan dengan politik,” tegas politisi asal PDI Perjuangan tersebut, Jumat (17/10) di Jakarta.
Effendi menegaskan, Pansus hanya bergerak pada hasil rekomendasi Komnas HAM yang memberikan kesimpulan apakah kasus penculikan atau penghilangan para aktivis era 1997-1998 terkait dengan kategori pelanggaran HAM atau tidak. “Kami hanya di level rekomendasi politik. Pada nantinya Kejaksaan Agung yang memutuskan membentuk pengadilan ad hoc atau tidak,” jelasnya.
Menurut agenda, mulai pekan depan, Pansus yang mulanya dipimpin Panda Nababan (PDI Perjuangan) ini akan memanggil para korban dan keluarga korban.
Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim mempertanyakan apakah kerja Pansus berpijak pada informasi Komnas atau mencari. Meski demikian, Ifdal menyabut positif kembali aktifnya pansus tersebut. “Setidaknya untuk menjawab kemacetan selama ini,” tukasnya kepada INILAH.COM.
Komnas HAM tidak berani berspekulasi atas aktifnya kembali Pansus terkait dengan politik nasional menjelang Pemilu 2009 mendatang. “Kami tidak tahu apa motivasinya. Memang di internal DPR terjadi perbedaan pendapat, meski Pansus tetap ada,” ujarnya.
Pengamat politik LIPI, Syamsudin Haris, tidak menepis aktifnya pansus terbebas dari upaya politisasi dari politisi sipil untuk menjgal capres bekas militer. “Dalam politik bisa saja itu terjadi,” tegasnya. Terkait dengan pemanggilan tokoh-tokoh seperti SBY, Wiranto, Prabowo, Syamsudin mengingatkan apakah cukup bukti dan penting dengan pemanggilan sejumlah bekas militer tersebut.
Pandangan serupa juga muncul dari Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Mugiyanto. Pihaknya tidak akan menghadiri undangan dari Pansus DPR. Menurut dia, rencana DPR memanggil korban atau keluarga korban malah akan menimbulkan rasa traumatik.
“Selain juga tidak relevan lagi pemanggilan tersebut. Komnas HAM sudah melakukannya dan selesai,” tegasnya.
IKOHI justru mengkhawatirkan aktifnya Pansus menjadi ajang politisasi kasus orang hilang pada 1997-98 lalu. “Kami khawatir, kasus ini menjadi politis, karena menyangkut nama-nama yang akan maju dalam pilpres 2009 mendatang,” ujarnya. Menurut dia, bilapun bekas petinggi militer tersebut diperiksa, bukan DPR yang melakukan, namun Kejaksaan Agung.
Menurut Mugiyanto, agar lebih efektif, Pansus segera saja menyetujui hasil rekomendasi Komnas HAM agar segera diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk membentuk pengadilan ad hoc. “DPR jangan berlama-lama. Lebih baik langsung menyetujui rekomendasi Komnas HAM serta segera mendesak presiden agar membentuk pengadilan ad hoc kasus HAM berat,” paparnya.
Sebelumnya, pada 2006 Komnas telah merekomendasikan kasus orang hilang masuk kategori pelanggaran HAM berat yang diserahkan ke Kejaksaan Agung. Namun, hingga kini Kejaksaan Agung tidak segera melakukan pembentukan pengadilan ad hoc karena menunggu rekomendasi DPR.
Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK), Februari lalu, memutuskan bahwa untuk menentukan HAM berat, Kejaksaan Agung tidak perlu menunggu rekomendasi DPR. [I4]
Sikap IKOHI atas Pansus Penghilangan Paksa DPR
18/10/2008 07:25 'Pansus Orang Hilang Dipolitisir' R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta - Pemangilan para jenderal terkait kasus penculikan aktivis 98 oleh Pansus Orang Hilang ditanggapi kekhawatiran oleh Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI). Sebab pemangilan ini dinilai sebagai ajang politis para anggota DPR menjelang Pemilu 2009.
"Kami khawatir, kasus ini menjadi politis, karena menyangkut nama-nama yang akan maju dalam pilpres 2009 mendatang," kata Ketua IKOHI Mugiyanto kepada INILAH.COM, Sabtu (18/10).
Menurut Mugiyanto, keberadaan Pansus ini sejak awal ditolak IKOHI. Sebab bagi IKOHI masalah penculikan ini bukan wilayah DPR namun wilayah hukum. Bilapun bekas petinggi militer tersebut diperiksa, bukan DPR yang melakukan melainkan Kejaksaan Agung.
"Pansus diminta tidak membuang waktu, energi dan biaya dengan mendasarkan saja apa yang dihasilkan oleh Komnas HAM. Pansus tidak perlu lagi melakukan interview korban, tapi hanya melegitimasi politik ke kejaksanaan. DPR bukan lembaga penyelidik," paparnya.
Menurut Mugiyanto, agar lebih efektif, Pansus segera saja menyetujui hasil rekomendasi Komnas HAM agar segera diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk membentuk pengadilan ad hoc.
"DPR jangan berlama-lama. Lebih baik langsung menyetujui rekomendasi Komnas HAM serta segera mendesak presiden agar membentuk pengadilan ad hoc kasus HAM berat," paparnya.[Nanang/L6]
|
NAVIGATION
BUKU BARU!!!
>
Kebenaran Akan Terus Hidup
Jakarta : Yappika dan IKOHI
xx, 220 hlm : 15 x 22 cm
ISBN: Cetakan Pertama, Agustus 2007
Editor : Wilson
Desain dan Tata letak : Panel Barus
Diterbitkan Oleh :
Yappika dan IKOHI
Dicetak oleh :
Sentralisme Production
Foto : Koleksi Pribadi
Dipersilahkan mengutip isi buku dengan menyebutkan sumber.
Buku ini dijual dengan harga RP. 30,000,-. Untuk pembelian silahkan hubungi IKOHI via telp. (021) 315 7915 atau Email: kembalikan@yahoo.com
NEWEST POST
ARCHIVES
ABOUT
IKOHI was set up on September 17, 1998 by the parents and surfaced victims of disappearances. Since then, IKOHI was
assisted by KONTRAS, until October 2002 when finally IKOHI carried out it first congress to complete its organizational
structure. In the Congress, IKOHI decided its two priority of programs. They are (1) the empowerment of the social, economic,
social and cultural potential of the members as well as mental and physical, and (2) the campaign for solving of the cases
and preventing the cases from happening again. The solving of the cases means the reveal of the truth, the justice for the
perpetrators, the reparation and rehabilitation of the victims and the guarantee that such gross violation of human right
will never be repeated again in the future.
Address
Jl. Matraman Dalam II, No. 7, Jakarta 10320
Indonesia
Phone: 021-3100060 Fax: 021-3100060
Email: kembalikan@yahoo.com
NETWORK
COUNTERPARTS
Indonesian NGOs
State's Agencies
International Organizations
YOUR COMMENTS
|