SBY Harus Segera ke Jalan Keadilan!
RESOLUSI KONGRES III IKOHI
Sebelas tahun transisi demokrasi di Indonesia telah menghasilkan cengkraman yang makin dalam kekuatan politik neolibaralisme dan berlanjutnya impunitas bagi para pelanggar HAM. Empat orang presiden silih berganti menduduki istana dan tiga pemilu telah dilakukan untuk mengangkat anggota legislatif, tak lebih hanya pergantian kekuasaan yang tidak banyak manfaatnya bagi kehidupan rakyat dan nasib para korban.
Dalam pemilihan presiden terakhir, Soesilo Bambang Yudhoyono kembali terpilih menjadi presiden RI untuk kedua kalinya. Partai-partai politik yang bersaing dalam pemilu kemudian memberikan dukungan kepada pemerintahan SBY dengan imbalan pembagian kursi kementerian dan jabatan pemerintahan lainnya.
Kesempatan kedua untuk menjadi presiden ini tampaknya belum memberikan kepastian bagi penegakan HAM yang memihak korban. Selama lima tahun pemerintahan SBY kasus-kasus pelanggaran HAM yang selesai diselidiki oleh Komnas HAM hanya menjadi tumpukan arsip di Kejaksaan Agung. Selama lima tahun berkuasa tidak ada satu kasus pelanggaran HAM berat yang diproses kepengadilan. Kasus persidangan pembunuhan Munir yang menjadi sorotan publik dan masyarakat internasional menghasilkan vonis bebas pada pihak-pihak yang diduga menjadi pelaku utama. Semua fakta-fakta ini menunjukan bahwa komitmen perlindugan dan penegakan HAM yang menjadi retorika pemerintah tak lebih hanya kosmetik politik untuk kepentingan pencitraan penguasa, bukan untuk dijalankan guna memenuhi keadilan bagi korban.
Sementara DPR RI juga tidak banyak berubah tabiatnya. Selain skandal korupsi menjadi sorotan publik, DPR RI juga lebih banyak mempolitisir isu-isu HAM untuk kepentingan partai dan kelompoknya sendiri. Dalam banyak kasus DPR RI bahkan telah melegitimasi impunitas atas kasus-kasus pelangaran HAM seperti yang terjadi pada Tragedi Semanggi I dan II.
Memang untuk kasus penghilangan paksa aktivis 1997/1998 telah ada kemajuan dengan ditetapkannya rekomendasi oleh sidang paripurna DPR-RI yang berupa: (1) Merekomendasikan Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad-hoc; (2) Merekomendasikan Presiden serta segenap insitusi pemerintah serta pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 aktivis yang masih hilang; (3) Merekomendasikan Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang; (4) Merekomendasikan Pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktek Penghilangan Paksa di Indonesia. Namur rekomendasi ini hingga hari ini masih merupakan rekomendasi. DPR sebagai pihak yang mengeluarkan rekomendasi juga tidak melakukan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan rekomendasi tersebut.
Kondisi tebalnya impunitas ini semakin tergambar dengan sikap dan kebijakan presiden SBY yang tidak menjadikan penegakan HAM sebagai program prioritas 100 hari pemerintahannya. Rekomendasi rapat paripurna DPR kepada pemerintah TIDAK MENJADI PRIORITAS program kerja pemerintahan SBY-Budiono.
Di sisi lain, laju neoliberalisme juga menghantam keluarga korban yang sudah dimiskinkan karena peristiwa pelanggaran HAM yang menimpa diri atau keluarganya. Kondisi ini semakin diperparah oleh kebijakan negara yang membutakan diri terhadap hak reparasi atau pemulihan korban. Prosedur hukum dan perundang-undangan yang bermuara pada keengganan negara memenuhi tanggungjawab terhadap korban adalah bukti nyata sikap anti keadilan dan anti korban dari pemerintahan SBY-Budiono.
Menyimak dan mendalami keseluruhan paparan tersebut diatas, forum Kongres III IKOHI menghasilkan resolusi-resolusi yang merupakan kesatuan sikap dan kebulatan tekad bersama keluarga korban pelanggaran HAM dan pegiat HAM dari seluruh Indonesia. Resolusi-resolusi tersebut adalah:
1. Menuntut Pemerintahan SBY – Budiono untuk segera mengambil tindakan konkrit dalam memerangi impunitas dan menegakan keadilan bagi korban pelanggaran HAM. Bentuk tindakan konkrit tersebut adalah:
a. Menindaklanjuti dengan segera rekomendasi hasil rapat Paripurna DPR-RI tanggal 28 Oktober 2009 dengan menekankan pada pencarian dan pengembalian 13 orang aktivis yang masih hilang.
b. Memerintahkan seluruh jajarannya, terutama Jaksa Agung, untuk segera menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
c. Melakukan upaya-upaya yang dibutuhkan untuk segera menyelenggarakan pengungkapan kebenaran atas peristiwa pelanggaran HAM.
2. Segera melakukan upaya perbaikan hukum dan insitusi penegak hukum sebagai bukti komitmen pemerintah dalam perlindungan HAM dengan melaksanakan amandemen UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, menyusun UU Komisi Kebenaran yang berpihak pada korban. Disamping itu pemerintah harus segera melakukan ratifikasi Statuta Roma (ICC) dan Konvensi Perlindungan Setiap Orang terhadap Praktek Penghilangan Paksa.
3. Melakukan perbaikan terhadap seluruh perangkat hukum yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM seperti hak atas reparasi, hak atas rehabilitasi dan hak atas kompensasi.
Berbekal keyakinan bahwa keseluruhan cita-cita keadilan dan pemenuhan hak korban adalah suatu perjuangan yang membutuhkan pembangunan gerakan yang terkonsolidasi, maka kami mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia, khususnya para pejuang hak-hak rakyat dan korban, untuk:
1. Bersama-sama berjuang untuk memperjuangkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM sebagai agenda bersama gerakan mewujudkan keadilan dan kedaulatan rakyat sejati. Keadilan bagi korban adalah syarat mutlak bagi Indonesia untuk menjadi negara berdaulat, demokratis dan bermartabat.
2. Kepada para korban dimanapun berada, IKOHI menyerukan untuk:
• Membentuk paguyuban-paguyuban korban pelanggaran HAM atau cabang-cabang IKOHI di berbagai wilayah, sebagai wadah berkonsolidasi dan berkoordinasi untuk usaha-usaha mengungkapkan kebenaran, mengadili para pelaku dan merebut hak-hak pemulihan bagi korban.
• Agar melibatkan diri dengan gerakan HAM dan demokrasi yang bersimpati dan mendukung perjuangan penegakan HAM.
• Melakukan solidaritas di komunitasnya masing-masing atas perjuangan yang sedang dilakukan oleh para korban di Timor Leste dan negeri-negari lainnya.
Demikian resolusi ini kami buat sebagai komitmen dan ajakan untuk bergandeng tangan dalam mewujudkan keadilan dan demokrasi sejati bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jakarta, 9 Desember 2009
IKOHI – Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia
0 Comments:
Post a Comment
<< Home