Kanada dan Swiss Dukung Indonesia Ratifikasi ICC
Peringatan Hari keadilan Sedunia
Kanada dan Swiss Dukung Indonesia Rativikasi ICC
17 Juli 2007 - 19:18 WIB
Yuliyanti
Jakarta – Pemerintah Kanada dan Swiss mendukung rencana Indonesia meratifikasi Pengadilan Kejahatan Internasional. Tahun ini tujuh negara di Asia akan menyatakan diri sebagai negara perwakilan yang menjalankan aturan peradilan itu.
Pernyataan dukungan itu diungkapkan Duta Besar Kanada, John T Holmes, dalam acara Peringatan Hari Keadilan Sedunia di Jakarta, Selasa (17/7).
Menurut John T Holmes, rencana pemerintah Indonesia meratifikasi Pengadilan Kejahatan Internasional atau International Criminal Court (ICC), dapat menjadi motor mempromosikan aturan hukum ini di negara-negara Asia.
John T Holme mengatakan, keuntungan menjadi negara pihak pelaksana ICC adalah dimungkinkannya menyeret para pelaku kejahatan HAM berat ke pengadilan internasional.
Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Mugiyanto mengatakan, meski ICC hanya bisa menindak kejahatan HAM berat yang terjadi setelah pengadilan itu dibentuk, 1 Juli 2002, tidak tertutup kemungkinan pelaku kejahatan penculikan paksa diseret ke pengadilan ini.
Menurut Mugiyanto, penculikan aktivis periode 1997-1998 hingga kini dianggap masih terjadi karena belum ada kejelasan nasib para korban. Ini berarti masih terbuka kemungkinan para pelaku kejahatan penculikan untuk diseret ke Pengadilan Kejahatan Internasional.
“Saya waktu itu salah satu korban, tapi sudah dipulangkan. Maka kasus pada saya sudah selesai menjadi kasus masa lalu. Tapi kasus penghilangan paksa ini masih ada 13 orang yang belum jelas keberadaannya,” ujar Mugiyanto.
Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Agung Putri Astrid Kartika mengatakan, ICC juga memiliki peran mencegah terbebasnya para pelaku kejahatan HAM berat dari jeratan hukum.
Menurut Agung Putri, ICC juga membuka peluang baru terwujudnya peradilan nasional yang bersih dan berwibawa karena mekanismenya mengikuti standar operasional pengadilan internasional.
“Ratifikasi ini tidak akan mencegah integritas bangsa. Tapi dengan adanya mekanisme ini kesempatan peradilan nasional bisa mengikuti peradilan internasional,” kata Agung Putri.
Sejak ICC dibentuk 1 Juli 2002, tercatat 100 negara meratifikasi aturan Pengadilan Kejahatan Internasional, yang berarti tunduk pada aturan hukum kejahatan HAM berat internasional. (E1)
Sumber: VHR Radio, Juli 2007
Kanada dan Swiss Dukung Indonesia Rativikasi ICC
17 Juli 2007 - 19:18 WIB
Yuliyanti
Jakarta – Pemerintah Kanada dan Swiss mendukung rencana Indonesia meratifikasi Pengadilan Kejahatan Internasional. Tahun ini tujuh negara di Asia akan menyatakan diri sebagai negara perwakilan yang menjalankan aturan peradilan itu.
Pernyataan dukungan itu diungkapkan Duta Besar Kanada, John T Holmes, dalam acara Peringatan Hari Keadilan Sedunia di Jakarta, Selasa (17/7).
Menurut John T Holmes, rencana pemerintah Indonesia meratifikasi Pengadilan Kejahatan Internasional atau International Criminal Court (ICC), dapat menjadi motor mempromosikan aturan hukum ini di negara-negara Asia.
John T Holme mengatakan, keuntungan menjadi negara pihak pelaksana ICC adalah dimungkinkannya menyeret para pelaku kejahatan HAM berat ke pengadilan internasional.
Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Mugiyanto mengatakan, meski ICC hanya bisa menindak kejahatan HAM berat yang terjadi setelah pengadilan itu dibentuk, 1 Juli 2002, tidak tertutup kemungkinan pelaku kejahatan penculikan paksa diseret ke pengadilan ini.
Menurut Mugiyanto, penculikan aktivis periode 1997-1998 hingga kini dianggap masih terjadi karena belum ada kejelasan nasib para korban. Ini berarti masih terbuka kemungkinan para pelaku kejahatan penculikan untuk diseret ke Pengadilan Kejahatan Internasional.
“Saya waktu itu salah satu korban, tapi sudah dipulangkan. Maka kasus pada saya sudah selesai menjadi kasus masa lalu. Tapi kasus penghilangan paksa ini masih ada 13 orang yang belum jelas keberadaannya,” ujar Mugiyanto.
Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Agung Putri Astrid Kartika mengatakan, ICC juga memiliki peran mencegah terbebasnya para pelaku kejahatan HAM berat dari jeratan hukum.
Menurut Agung Putri, ICC juga membuka peluang baru terwujudnya peradilan nasional yang bersih dan berwibawa karena mekanismenya mengikuti standar operasional pengadilan internasional.
“Ratifikasi ini tidak akan mencegah integritas bangsa. Tapi dengan adanya mekanisme ini kesempatan peradilan nasional bisa mengikuti peradilan internasional,” kata Agung Putri.
Sejak ICC dibentuk 1 Juli 2002, tercatat 100 negara meratifikasi aturan Pengadilan Kejahatan Internasional, yang berarti tunduk pada aturan hukum kejahatan HAM berat internasional. (E1)
Sumber: VHR Radio, Juli 2007
0 Comments:
Post a Comment
<< Home