[KONGRES II IKOHI] Pesan Solidaritas dari Watch Indonesia, Jerman
Watch Indonesia!
Arbeitsgruppe für Demokratie, Menschenrechte und Umweltschutz in Indonesien und Osttimor e.V.
Planufer 92 d, 10967 Berlin, Germany
Tel./Fax: +49-30-698 17 938 e-mail: watchindonesia@snafu.de
http://home.snafu.de/watchin
Solidarity Message kepada kongres IKOHI ke dua di Makassar
Berlin, 5 Maret 2006
Kawan-kawan yang baik!
Terima kasih atas undangan IKOHI yang saya menerima pada 1 Maret. Maaf, dengan jelas saya tidak mungkin datang dengan begitu cepat. Namun bersama ini saya ingin menyampaikan sambutan kepada para hadirin kongres ke dua yang akan berlangsung di Makassar minggu ini.
Penghilangan paksa orang yang kemudian ditahan, disiksa, atau bahkan dibunuh sudah jadi kenyataan kelabu pada saat rezim Suharto. Tidak terhitung jumlah korban masa 1965/66, banyaknya korban di daerah konflik, dan sampai kini belum tuntas pula nasib korban yang diculik pada tahun 1997/98.
Apakah dengan lengsernya Suharto situasi membaik? Apakah dengan sistem yang lebih demokratis penghilangan orang sudah termasuk sejarah? Tidak. Masih banyak juga yang hilang dan dibunuh. Antara lain saya ingat teman kita, Jafar Siddiq yang tahun 2000 hilang secara misterius di Medan. Empat minggu kemudian jenazahnya ditemui di pinggir jalan.
Saya ingat Theys Eluay yang dibunuh di Papua. Dan tentu saja saya ingat sahabat kita, Munir, yang diracun di pesawat Garuda. Belum terhitung banyak korban lain yang hilang dan dibunuh, a.l. di daerah konflik di Aceh, Maluku, Kalimantan, Poso, Papua dll.
Kenapa hampir tidak satupun dari kasus2 tsb. bisa diadili, sehingga para pelaku masih bebas semua?
Ternyata pemilu yang bebas dan langsung belum menjamin demokrasi bermakna. Masih ada aparat-aparat yang agak susah dapat diawasi oleh perwakilan rakyat. Dan masalah ini sama sekali tidak terbatas pada demokrasi baru atau periode transisi.
Saya terkejut bila belajar mengenai penghilangan orang di Jerman belum lama ini. Kok, bahkan di suatu demokrasi stabil dan lama bisa jadi begitu? Kasusnya begini: Khaled Al-Masri, warga negara Jerman keturunan Arab, tahun 2003 naik pesawat dari Jerman ke Skopje, Makedonia. Di perjalanan dia diculik CIA, kemudian ia ditahan dan disiksa di penjara AS di Kabul, Afghanistan. CIA mencurigai Al-Masri sebagai pengikut jaringan Al Qaida. Akhirnya dia bebas juga, karena menurut keterangan AS salah orangnya. Mereka sebenarnya mencari orang lain dengan nama yang mirip atau sama. Sungguh mengerikan!
Namun ada berbagai hal menarik:
- kasus ini sudah menjadi bahan diskusi umum di media massa Jerman maupun internasional
- semua pihak sadar atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia terhadap Al-Masri
- sama sekali tidak dipersoalkan bahwa korban keturunan imigran dan beragama Islam, karena semua orang sama di depan hukum, apalagi warga negara Jerman
- semua pihak menyadari juga bahwa tidak relevan pertanyaan apakah korban bersalah atau tidak bersalah, karena orang bersalah pun punya hak
- diakui bahwa negara berwajib untuk melindungi hak biasa semua warga negara serta hak asasi manusia semua orang (termasuk orang asing)
Dengan demikian anggota parlamen dari semua fraksi merasa dipanggil untuk membahas berbagai pertanyaan:
- apakah instansi negara/pemerintah tahu atau seharusnya bisa tahu mengenai penculikan Al-Masri?
- apakah negara dan pemerintah sudah berusaha dengan maksimal untuk melindungi hak2 dasar warga
- negaranya?
- parlamen berwajib mengawasi pemerintah dan lembaga-lembaga negeri termasuk bahan intelijen.
- Namun bagaimana tugas ini bisa diindahkan sambil melindungi pula rahasia negara?
- bagaimana parlamen atau lembaga lain bisa mengawasi aktifitas-aktifitas bahan intelijen asing di tanah Jerman?
Sudah berbagai kali ada rapat komisi intelijen di parlamen Jerman di mana anggotanya (dari semua fraksi) bertanya para mentri, pejabat tinggi dan staf bahan intelijen Jerman. Komisi ini punya segala hak informasi tetapi hasil investigasinya tidak boleh diumumkan. Berbagai anggota parlamen tidak puas dengan informasi yang diberikan selama ini, dan khususnya mereka tidak puas karena informasi tsb. tertutup untuk masyarakat banyak. Maka sedang mereka menuntut supaya dibentuk komisi mencari fakta di mana hasil investigasinya boleh diberi tahu kepada umum. Di samping ini Parlamen Eropa juga akan membahas kasus ini.
Mungkin kasus ini menarik sebagai studi banding. Sejelek apapun substansi kasus Al-Masri, menurut saya penting untuk mencatat bahwa parlamen tidak usah didorong oleh ornop seperti IKOHI melainkan anggota parlamen sudah sadar betul atas kewajibannya.
Apa yang dijalankan IKOHI sebenarnya bukan tugas ornop. Seharusnya parlamen dan lembaga2 resmi (kejaksaan, pengadilan dsb.) menjalankan tugas2 ini. Baru kalau begitu sistem di Indonesia adalah demokrasi bermakna.
Nampaknya lembaga-lembaga tsb. kurang mampu atau kurang mau memenuhi tugas yang sebenarnya, sehingga menjadi sangat penting supaya ornop seperti IKOHI mengisi defisit ini. Jadi, IKOHI perlu diakui dan didukung penuh sebagai salah satu pilar utama demi demokrasi bermakna di Indonesia!
Semoga kongres IKOHI bersukses!
Salam solidaritas
Alex FlorWatch Indonesia!,
Berlin, Jerman
Arbeitsgruppe für Demokratie, Menschenrechte und Umweltschutz in Indonesien und Osttimor e.V.
Planufer 92 d, 10967 Berlin, Germany
Tel./Fax: +49-30-698 17 938 e-mail: watchindonesia@snafu.de
http://home.snafu.de/watchin
Solidarity Message kepada kongres IKOHI ke dua di Makassar
Berlin, 5 Maret 2006
Kawan-kawan yang baik!
Terima kasih atas undangan IKOHI yang saya menerima pada 1 Maret. Maaf, dengan jelas saya tidak mungkin datang dengan begitu cepat. Namun bersama ini saya ingin menyampaikan sambutan kepada para hadirin kongres ke dua yang akan berlangsung di Makassar minggu ini.
Penghilangan paksa orang yang kemudian ditahan, disiksa, atau bahkan dibunuh sudah jadi kenyataan kelabu pada saat rezim Suharto. Tidak terhitung jumlah korban masa 1965/66, banyaknya korban di daerah konflik, dan sampai kini belum tuntas pula nasib korban yang diculik pada tahun 1997/98.
Apakah dengan lengsernya Suharto situasi membaik? Apakah dengan sistem yang lebih demokratis penghilangan orang sudah termasuk sejarah? Tidak. Masih banyak juga yang hilang dan dibunuh. Antara lain saya ingat teman kita, Jafar Siddiq yang tahun 2000 hilang secara misterius di Medan. Empat minggu kemudian jenazahnya ditemui di pinggir jalan.
Saya ingat Theys Eluay yang dibunuh di Papua. Dan tentu saja saya ingat sahabat kita, Munir, yang diracun di pesawat Garuda. Belum terhitung banyak korban lain yang hilang dan dibunuh, a.l. di daerah konflik di Aceh, Maluku, Kalimantan, Poso, Papua dll.
Kenapa hampir tidak satupun dari kasus2 tsb. bisa diadili, sehingga para pelaku masih bebas semua?
Ternyata pemilu yang bebas dan langsung belum menjamin demokrasi bermakna. Masih ada aparat-aparat yang agak susah dapat diawasi oleh perwakilan rakyat. Dan masalah ini sama sekali tidak terbatas pada demokrasi baru atau periode transisi.
Saya terkejut bila belajar mengenai penghilangan orang di Jerman belum lama ini. Kok, bahkan di suatu demokrasi stabil dan lama bisa jadi begitu? Kasusnya begini: Khaled Al-Masri, warga negara Jerman keturunan Arab, tahun 2003 naik pesawat dari Jerman ke Skopje, Makedonia. Di perjalanan dia diculik CIA, kemudian ia ditahan dan disiksa di penjara AS di Kabul, Afghanistan. CIA mencurigai Al-Masri sebagai pengikut jaringan Al Qaida. Akhirnya dia bebas juga, karena menurut keterangan AS salah orangnya. Mereka sebenarnya mencari orang lain dengan nama yang mirip atau sama. Sungguh mengerikan!
Namun ada berbagai hal menarik:
- kasus ini sudah menjadi bahan diskusi umum di media massa Jerman maupun internasional
- semua pihak sadar atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia terhadap Al-Masri
- sama sekali tidak dipersoalkan bahwa korban keturunan imigran dan beragama Islam, karena semua orang sama di depan hukum, apalagi warga negara Jerman
- semua pihak menyadari juga bahwa tidak relevan pertanyaan apakah korban bersalah atau tidak bersalah, karena orang bersalah pun punya hak
- diakui bahwa negara berwajib untuk melindungi hak biasa semua warga negara serta hak asasi manusia semua orang (termasuk orang asing)
Dengan demikian anggota parlamen dari semua fraksi merasa dipanggil untuk membahas berbagai pertanyaan:
- apakah instansi negara/pemerintah tahu atau seharusnya bisa tahu mengenai penculikan Al-Masri?
- apakah negara dan pemerintah sudah berusaha dengan maksimal untuk melindungi hak2 dasar warga
- negaranya?
- parlamen berwajib mengawasi pemerintah dan lembaga-lembaga negeri termasuk bahan intelijen.
- Namun bagaimana tugas ini bisa diindahkan sambil melindungi pula rahasia negara?
- bagaimana parlamen atau lembaga lain bisa mengawasi aktifitas-aktifitas bahan intelijen asing di tanah Jerman?
Sudah berbagai kali ada rapat komisi intelijen di parlamen Jerman di mana anggotanya (dari semua fraksi) bertanya para mentri, pejabat tinggi dan staf bahan intelijen Jerman. Komisi ini punya segala hak informasi tetapi hasil investigasinya tidak boleh diumumkan. Berbagai anggota parlamen tidak puas dengan informasi yang diberikan selama ini, dan khususnya mereka tidak puas karena informasi tsb. tertutup untuk masyarakat banyak. Maka sedang mereka menuntut supaya dibentuk komisi mencari fakta di mana hasil investigasinya boleh diberi tahu kepada umum. Di samping ini Parlamen Eropa juga akan membahas kasus ini.
Mungkin kasus ini menarik sebagai studi banding. Sejelek apapun substansi kasus Al-Masri, menurut saya penting untuk mencatat bahwa parlamen tidak usah didorong oleh ornop seperti IKOHI melainkan anggota parlamen sudah sadar betul atas kewajibannya.
Apa yang dijalankan IKOHI sebenarnya bukan tugas ornop. Seharusnya parlamen dan lembaga2 resmi (kejaksaan, pengadilan dsb.) menjalankan tugas2 ini. Baru kalau begitu sistem di Indonesia adalah demokrasi bermakna.
Nampaknya lembaga-lembaga tsb. kurang mampu atau kurang mau memenuhi tugas yang sebenarnya, sehingga menjadi sangat penting supaya ornop seperti IKOHI mengisi defisit ini. Jadi, IKOHI perlu diakui dan didukung penuh sebagai salah satu pilar utama demi demokrasi bermakna di Indonesia!
Semoga kongres IKOHI bersukses!
Salam solidaritas
Alex FlorWatch Indonesia!,
Berlin, Jerman
0 Comments:
Post a Comment
<< Home