<body bgcolor="#000000" text="#000000"><!-- --><div id="flagi" style="visibility:hidden; position:absolute;" onmouseover="showDrop()" onmouseout="hideDrop()"><div id="flagtop"></div><div id="top-filler"></div><div id="flagi-body">Notify Blogger about objectionable content.<br /><a href="http://help.blogger.com/bin/answer.py?answer=1200"> What does this mean? </a> </div></div><div id="b-navbar"><a href="http://www.blogger.com/" id="b-logo" title="Go to Blogger.com"><img src="http://www.blogger.com/img/navbar/4/logobar.gif" alt="Blogger" width="80" height="24" /></a><div id="b-sms" class="b-mobile"><a href="sms:?body=Hi%2C%20check%20out%20%5B%20Ikatan%20Keluarga%20Orang%20Hilang%20Indonesia%20%5D%20%3A%3A%20IKOHI%20Indonesia%20at%20ikohi.blogspot.com">Send As SMS</a></div><form id="b-search" name="b-search" action="http://search.blogger.com/"><div id="b-more"><a href="http://www.blogger.com/" id="b-getorpost"><img src="http://www.blogger.com/img/navbar/4/btn_getblog.gif" alt="Get your own blog" width="112" height="15" /></a><a id="flagButton" style="display:none;" href="javascript:toggleFlag();" onmouseover="showDrop()" onmouseout="hideDrop()"><img src="http://www.blogger.com/img/navbar/4/flag.gif" name="flag" alt="Flag Blog" width="55" height="15" /></a><a href="http://www.blogger.com/redirect/next_blog.pyra?navBar=true" id="b-next"><img src="http://www.blogger.com/img/navbar/4/btn_nextblog.gif" alt="Next blog" width="72" height="15" /></a></div><div id="b-this"><input type="text" id="b-query" name="as_q" /><input type="hidden" name="ie" value="ISO-8859-1" /><input type="hidden" name="ui" value="blg" /><input type="hidden" name="bl_url" value="ikohi.blogspot.com" /><input type="image" src="http://www.blogger.com/img/navbar/4/btn_search_this.gif" alt="Search This Blog" id="b-searchbtn" title="Search this blog with Google Blog Search" onclick="document.forms['b-search'].bl_url.value='ikohi.blogspot.com'" /><input type="image" src="http://www.blogger.com/img/navbar/4/btn_search_all.gif" alt="Search All Blogs" value="Search" id="b-searchallbtn" title="Search all blogs with Google Blog Search" onclick="document.forms['b-search'].bl_url.value=''" /><a href="javascript:BlogThis();" id="b-blogthis">BlogThis!</a></div></form></div><script type="text/javascript"><!-- var ID = 3565544;var HATE_INTERSTITIAL_COOKIE_NAME = 'dismissedInterstitial';var FLAG_COOKIE_NAME = 'flaggedBlog';var FLAG_BLOG_URL = 'http://www.blogger.com/flag-blog.g?nav=4&toFlag=' + ID;var UNFLAG_BLOG_URL = 'http://www.blogger.com/unflag-blog.g?nav=4&toFlag=' + ID;var FLAG_IMAGE_URL = 'http://www.blogger.com/img/navbar/4/flag.gif';var UNFLAG_IMAGE_URL = 'http://www.blogger.com/img/navbar/4/unflag.gif';var ncHasFlagged = false;var servletTarget = new Image(); function BlogThis() {Q='';x=document;y=window;if(x.selection) {Q=x.selection.createRange().text;} else if (y.getSelection) { Q=y.getSelection();} else if (x.getSelection) { Q=x.getSelection();}popw = y.open('http://www.blogger.com/blog_this.pyra?t=' + escape(Q) + '&u=' + escape(location.href) + '&n=' + escape(document.title),'bloggerForm','scrollbars=no,width=475,height=300,top=175,left=75,status=yes,resizable=yes');void(0);} function blogspotInit() {initFlag();} function hasFlagged() {return getCookie(FLAG_COOKIE_NAME) || ncHasFlagged;} function toggleFlag() {var date = new Date();var id = 3565544;if (hasFlagged()) {removeCookie(FLAG_COOKIE_NAME);servletTarget.src = UNFLAG_BLOG_URL + '&d=' + date.getTime();document.images['flag'].src = FLAG_IMAGE_URL;ncHasFlagged = false;} else { setBlogspotCookie(FLAG_COOKIE_NAME, 'true');servletTarget.src = FLAG_BLOG_URL + '&d=' + date.getTime();document.images['flag'].src = UNFLAG_IMAGE_URL;ncHasFlagged = true;}} function initFlag() {document.getElementById('flagButton').style.display = 'inline';if (hasFlagged()) {document.images['flag'].src = UNFLAG_IMAGE_URL;} else {document.images['flag'].src = FLAG_IMAGE_URL;}} function showDrop() {if (!hasFlagged()) {document.getElementById('flagi').style.visibility = 'visible';}} function hideDrop() {document.getElementById('flagi').style.visibility = 'hidden';} function setBlogspotCookie(name, val) {var expire = new Date((new Date()).getTime() + 5 * 24 * 60 * 60 * 1000);var path = '/';setCookie(name, val, null, expire, path, null);} Function removeCookie(name){var expire = new Date((new Date()).getTime() - 1000); setCookie(name,'',null,expire,'/',null);} --></script><script type="text/javascript"> blogspotInit();</script><div id="space-for-ie"></div>
IKOHI

Tuesday, January 29, 2008

Media Pahlawan untuk Sang Diktator

Pergilah Tapi Kami Tak Akan Lupa

Artikel ini juga bisa dibaca di: http://www.iphoelmargin.blogspot.com/


Bulan Juni 1994, pemerintahan Soeharto mencabut ijin penerbitan tiga media nasional, Detik, Editor dan Tempo. Inilah rentetan sejarah kelam media dibawah rejim militer Soeharto. Media yang berani mengkritik kebijakan rejim Soeharto waktu itu tidak akan berumur panjang, bukan hanya itu, masih segar dalam ingatan kita kematian wartawan Bernas Udin, juga menjadi catatan hitam, bagaimana pekerja media bekerja dibawah baying-bayang kematian.

Minggu 27 Januari 2008, diktator itu telah berpulang, berbagai media berebutan untuk menayangkan berbagai liputan tentang kematian, masa kecil hingga pemakamannya. Media terkemuka tampil dengan liputan khusus serta materi yang lengkap dan dipersiapkan dengan matang. Soeharto menjadi pahlawan. Sementara itu berbagai media luar negeri juga ikut menayangkan kematian Soeharto, apa yang menarik? Tidak seperti media dalam negeri, media luar negeri seperti CNN, BBC, Al Jazeera tetap menampilkan sosok Soeharto sebagai sosok Diktator atau Koruptor.

Media dalam negeri seakan lupa, dengan menayangkan sosok Soeharto sebagai pahlawan, telah melukai banyak pihak yang selama ini, sebagaimana Detik, Editor dan Tempo, merupakan korban dari kekejaman rejim yang dipimpin Soeharto. Media seakan lupa apa yang telah ditinggalkan Soeharto, hutang, keterpurukan, kuburan tak bernama serta jutaan hektar tanah rampasan. Semua itu seakan hilang bersama kematian Soeharto. Bahkan media nasional lupa, Soehartolah orang yang telah mengurung mereka selama tigapuluh tahun lebih.

Nyawa seorang Soeharto ternyata lebih berarti bagi media, dibandingkan dengan nyawa para mahasiswa yang gugur dalam perjuangan menumbangkan Soeharto, atau lebih berarti daripada nasib aktivis yang dihilangkan oleh Soeharto. Di negeri ini nasib seorang diktator dan koruptor ternyata masih lebih baik dibanding nyawa para pahlawan reformasi itu. Untuk pahlawan reformasi itu, jangankan gelar pahlawan, hari berkabung saja tidak mereka dapatkan, kasusnyapun masih belum jelas hingga hari ini.

Sekali Lagi Tentang Melawan Lupa

Pinochet seorang diktator Chile, yang pada saat meninggalnya juga sama seperti Soeharto, sedang berstatus tersangka atas tindakan pelanggaran HAM yang dilakukannya, pemerintah Chile menolak untuk memberinya gelar pahlawan, bahkan upacara kenegaraan tidak diberikan kepada Pinochet.

Untuk Soeharto, mau ditaroh dimana muka kita, jika gelar itu ternyata diberikan kepada Soeharto, bagaimana menjelaskan kepada dunia internasional, orang yang paling bertanggung jawab pada keterpurukan bangsa ini, yang kekayaan pribadinya menurut majalah Forbes mencapai 600 Trilyun rupiah, orang yang sudah menjerumuskan negeri ini ke dalam abad kegelapan malah diberi gelar pahlawan.

Menarik tulisan Asvi Warman Adam, dalam tulisannya Asvi memaparkan bagaimana Soekarno dulu diperlakukan oleh Soeharto. Waktu itu Soekarno tidak boleh dikunjungi oleh siapapun, Pun ketika Soekarno dirawat di RSPAD Gatot Subroto, anaknya hanya boleh menjenguk di jam-jam tertentu. Permintaan terakhir Soekarno untuk bisa dimakamkan di bawah pohon rindang di Kebun Raya Bogor ditolak oleh Soeharto, dan sebagai gantinya Soekarno dimakamkan di sebuah pemakaman umum, itupun masih digali lagi untuk dipindahkan tanpa persetujuan keluarga Soekarno.

Lihatlah bagaimana seorang Soeharto memperlakukan Soekarno, ini bukan persoalan dendam, tapi jika bangsa ini sedemikian pelupanya, hingga memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto, maka inilah tragedi terbesar bagi sejarah nasional.

Dan hingga hari ini media masih menayangkan kepahlawanan Soeharto, bendera setengah tiang dan taburan bunga serta tokoh-tokoh penting yang melayat. Sementara itu sebuah tulisan singkat di internet memuat berita tentang penolakan gelar pahlawan dan bendera setengah tiang untuk Soeharto, mereka adalah korban-korban pelanggaran HAM, aktivis 98 dan orang-orang yang kini merasa miris karena orang yang telah menyengsarakan mereka, merampas hak mereka, kini dipuja bak pahlawan.

Di sebuah pemakaman umum terbaring jasad para mahasiswa yang tertembak pada tragedi semanggi, ribuan kuburan tak bernama, kuburan massal, tulang belulang korban pembantaian, seakan hendak mengatakan apa yang dikatakan Chairil Anwar, “kami mati muda, hanya tinggal tulang diliputi debu, kaulah sekarang yang berkata”, tapi memang benar kata Chairil Anwar, hari ini kerja belum selesai, bangsa ini belum bisa menghitung arti 4-5 ribu nyawa, satu nyawa, Soeharto ternyata mendapat tempat lebih daripada ratusan ribu nyawa lainnya.

Sekali lagi ini bukan masalah kemanusiaan, ini adalah masalah hukum, yang bersalah harus mempertanggungjawabkan kesalahannya, itu hukum Tuhan dimuka bumi, masih begitu bebalkah kita hingga ingin pula kita gantikan hukum Tuhan dengan berbagai alasan politik yang lebih mirip sebentuk kepengecutan?. Di gedung-gedung pengadilan, tumpukan berkas pemeriksaan kasus Soeharto sudah mulai berdebu, di tumpukan itulah nasib ratusan juta rakyat Indonesia dipertaruhkan, di gedung pengadilan itu pula akan kita saksikan, masih adakah jiwa-jiwa yang berani untuk tampil dan mengetukkan palu kebenaran “Soeharto terbukti bersalah”.


Giessen, 28 Januari 2008
Saiful Haq

0 Comments:

Post a Comment

<< Home


NAVIGATION
BUKU BARU!!!

Image and video hosting by TinyPic>

Kebenaran Akan Terus Hidup
Jakarta : Yappika dan IKOHI xx, 220 hlm : 15 x 22 cm
ISBN: Cetakan Pertama,
Agustus 2007
Editor : Wilson
Desain dan Tata letak :
Panel Barus
Diterbitkan Oleh :
Yappika dan IKOHI
Dicetak oleh :
Sentralisme Production
Foto : Koleksi Pribadi

Dipersilahkan mengutip isi buku dengan menyebutkan sumber.

Buku ini dijual dengan harga RP. 30,000,-. Untuk pembelian silahkan hubungi IKOHI via telp. (021) 315 7915 atau Email: kembalikan@yahoo.com


NEWEST POST



ARCHIVES


ABOUT



IKOHI was set up on September 17, 1998 by the parents and surfaced victims of disappearances. Since then, IKOHI was assisted by KONTRAS, until October 2002 when finally IKOHI carried out it first congress to complete its organizational structure. In the Congress, IKOHI decided its two priority of programs. They are (1) the empowerment of the social, economic, social and cultural potential of the members as well as mental and physical, and (2) the campaign for solving of the cases and preventing the cases from happening again. The solving of the cases means the reveal of the truth, the justice for the perpetrators, the reparation and rehabilitation of the victims and the guarantee that such gross violation of human right will never be repeated again in the future.

Address
Jl. Matraman Dalam II, No. 7, Jakarta 10320
Indonesia
Phone: 021-3100060
Fax: 021-3100060
Email: kembalikan@yahoo.com


NETWORK


COUNTERPARTS

Indonesian NGOs
State's Agencies
International Organizations

YOUR COMMENTS

Powered by TagBoard
Name

URL / Email

Comments [smilies]



engine: Blogger

image hosting: TinyPic








layout © 2006
IKOHI / content © 2006 IKOHI Indonesia

public licence: contents may be cited with acknowledgement of the owner

best view with IE6+ 1024x768 (scripts enabled)