Menyikapi Paripurna Komnas HAM untuk Kasus Penghilangan Paksa 1997/98
Siaran Pers Bersama
Pengujian atas Keberanian dan Nurani Komnas HAM
dalam Kasus Penghilangan Paksa 1997/1998
Pada hari ini, Rabu 8 November 2006, rakyat Indonesia dan juga warga dunia lainnya akan menjadi saksi bagaimana Komnas HAM menangani sebuah episode sejarah kemanusiaan. Sebuah sejarah hitam dan masih terus berlangsung hingga saat ini bertajuk Penghilangan Paksa. Pada hari ini, para komisioner yang terhormat akan diuji keberanian dan nuraninya untuk menilai dan memutuskan apakah praktek penghilangan paksa, yang telah memisahkan sedikitnya 14 orang dari keluarga, kawan dan masyarakat yang mencintainya sejak tahun 1997/1998, adalah sebuah kejahatan yang keji dan untuk sekaligus menunjukkan siapa yang harus bertanggungjawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan ini.
Telah lebih dari setahun Komnas HAM menangani kasus penghilangan paksa 1997/1998 (atau yang lebih dikenal dengan penculikan aktivis pro-demokrasi) sejak dikeluarkannya SK Komnas No. 23/Komnas/X/2005 dengan mandat melakukan penyelidikan kasus tersebut dan menemukan informasi mengenai keberadaan orang yang belum kembali. Telah banyak tenaga dan dana telah dihabiskan. Telah sekian lama keluarga korban menunggu dalam ketidakpastian. Hari ini adalah pembuktian apakah lembaga “agung” Komnas HAM mampu memenuhi mandatnya dan menjadi institusi yang berpihak pada korban dan keluarga korban.
Hari ini pula, kami, keluarga dan kawan-kawan korban penghilangan paksa 1997/1998 kembali hadir untuk mengungkapkan keprihatinan kami yang terdalam. Bahwa apa yang akan diputuskan oleh Pleno Komnas HAM hari ini sudah selayaknya disandarkan pada kesadaran bahwa HINGGA HARI INI SEDIKITNYA MASIH 14 ORANG BELUM DIKETAHUI NASIBNYA! Dan, masih ribuan lagi kasus penghilangan paksa di Indonesia yang menunggu keputusan dari pleno Komnas HAM hari ini. Fakta, bukti dan informasi telah cukup banyak dikumpulkan oleh Komnas HAM. Keseluruhannya bermuara pada satu kesimpulan: telah terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan paksa 1997/1998. Kebenaran dan rasa keadilan masyarakat berkesimpulan sama. Komnas HAM harus memiliki nurani dan keberanian untuk menyatakannya dengan lantang.
Episode penuntasan dan penegakan keadilan memang belum akan selesai hari ini. Masih banyak aral melintang di depan yang akan dihadirkan oleh institusi seperti TNI, Kejaksaan Agung, DPR dan Presiden RI. Lemahnya komitmen untuk menuntaskan kasus penghilang paksa dari institusi-institusi tersebut merupakan rintangan terbesar.
Oleh karenanya, kami juga menyerukan kepada Pemerintah RI untuk mendukung disahkannya Konvensi Anti Penghilangan Paksa pada Sidang Majelis Umum bulan November 2006 ini, dan segera meratifikasinya sebagai bukti komitmen untuk menuntaskan dan melindungi seluruh warga Negara Indonesia dari tindakan penghilangan paksa.
Salam Solidaritas Melawan Impunitas!
Jakarta, 8 November 2006
Komunitas Keluarga Korban Penghilangan Paksa 1997/1998
IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia)
KontraS (Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan)
==
SEKILAS LAPORAN PANDANGAN MATA
Aksi Keluarga Korban Penghilangan Paksa 1997/1998 bersama IKOHI dan KontraS di Komnas HAM,
Bertepatan dengan pelaksanaan sidang pleno Komnas HAM pada 8 Novemeber 2006, segenap keluarga korban penghilangan paksa didampingi oleh IKOHI dan KontraS mendatangi kantor Komnas HAM pada pukul
Aksi simpatik ini merupakan simbol dukungan pihak keluarga korban penghilangan paksa kepada Komnas HAM, agar Komnas HAM semakin berani menguak kasus penghilangan paksa ini hingga tuntas.
Adapun sejumlah komisioner yang menerima mawar tersebut antara lain: Abdul Hakim Garuda Nusantara, Djoko Soegianto, Ruswiyati Suryasaputra, Samsudin, Enny Suprapto, Saafroeddin Bahar, dan M. Habib Chirizin. Sementara dari keluarga korban hadir antara lain Ibu Nurhasanah (ibunda Yadin Muhidin -masih hilang), bapak Paian Siahaan (ayahanda Ucok Munandar Siahaan -masih hilang), dan Wanma Yetty (putri Bachtiar Johan -hilang dalam peristiwa Tanjung Priok 1984).
Dalam tanya jawab dengan pers, para komisioner secara umum menyampaikan komitmennya untuk tetap mengusut kasus penghilangan paksa ini hingga tuntas.***